Perubahan penting orientasi dan perjuangan LSM sejak terjadinya krisis ekonomi yang dibarengi dengan proses transisi ke arah demokrasi menjadi era kebangkitan masyarakat sipil (civil society). Munculnya ribuan LSM (baru) di Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik lainnya. LSM tersebut ikut mengambil bagian dalam membantu berbagai kelompok masyarakat miskin yang paling menderita sebagai dampak krisis ekonomi
Keterlibatan LSM dalam membantu rakyat miskin yang sedang ditimpa krisis ini dilakukan melalui program-program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat yang disusun kalangan LSM sendiri dengan bantuan dana dari para donor atau bekerjasama dengan pemerintah melalui berbagai program jaring pengaman sosial dan lain-lain. Keterlibatan LSM dalam program-program pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat ini semakin dimungkinkan dengan adanya perubahan sikap dan kebijakan pemerintah dan lembaga donor yang semakin memberikan tempat bagi LSM untuk ikut mengambil bagian dalam berbagai program pemerintah, khususnya yang berhubungan dengan pengurangan kemiskinan
Situasi kebebasan tanpa didukung adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai prinsip-prinsip keberadaan dan operasionalisasi LSM juga telah menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan citra LSM secara keseluruhan. Munculnya yayasan-yayasan yang kemudian diberi label LSM yang didirikan oleh aparatur pemerintah (pegawai negeri), kalangan pengusaha atau pun oleh anggota masyarakat sendiri dengan motivasi mencari keuntungan ekonomi semata misalnya untuk “menangkap” proyek-proyek pemerintah yang didanai pinjaman luar negeri yang oleh donor diharuskan untuk dikerjakan oleh LSM. Tidaklah mengherankan bahwa yayasan-yayasan yang menamakan dirinya LSM atau berlabel LSM ini, muncul di berbagai daerah di mana berlokasi proyek-proyek pemerintah yang memperoleh bantuan internasional.
Persoalannya adalah bahwa “booming” yayasan berlabel LSM, LSM yang hanya bertujuan mencari keuntungan ekonomi atau politik, serta penyalahgunaan yang dilakukan sementara kalangan LSM: di masa depan akan dapat merusak citra LSM secara keseluruhan. Citra yang terbentuk ini dapat dipakai oleh lembaga-lembaga lain: apakah itu pemerintah, kalangan legislatif, kalangan yudikatif atau pun partai politik sebagai counter-attack yang akan memojokkan atau mendiskreditkan LSM. Serangan ini juga pada gilirannya akan dapat mengganggu kepentingan-kepentingan LSM dalam berhubungan dengan pemerintah atau pun dengan lembaga-lembaga donor
Komunitas LSM yang banyak mengkritisi perbuatan-perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan pejabat-pejabat pemerintah, tampaknya tidak dapat berbuat apa-apa terhadap berbagai tindakan yang dapat merugikan citra dan integritas LSM secara keseluruhan tersebut kecuali menyerahkannya kepada proses hukum. Sehingga terkesan bahwa LSM mempunyai “standar ganda”. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya rumusan norma-norma moral yang disepakati bersama mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah, yang dijadikan pedoman perilaku LSM dalam bertindak ke dalam mau pun ke luar
PENGELOMPOKAN LSM
Kelompok pertama
LSM-LSM yang terlibat di dalam kegiatan-kegiatan amal sosial (charity), memberikan bantuan dan pertolongan kepada kaum miskin, mereka yang menderita karena berbagai bencana alam (gempa bumi, banjir, gunung meletus), perang dan sebagainya dengan memberikan keselamatan, dana dan material (bahan makanan, pakaian, obat-obatan) dan sebagainya. Inilah bentuk kegiatan LSM yang tertua. LSM-LSM yang bergerak dalam kegiatan ini banyak dikenal sebagai organisasi sosial dan sosial-keagamaan serta organisasi-organisasi yang bergerak dalam kesejahteraan sosial
Kelompok Kedua
LSM-LSM yang bergerak dalam kegiatan-kegiatan yang beorientasi kepada perubahan, perkembangan/pembangunan (change and development) masyarakat atau yang bergerak dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development, community empowerment). Berbeda dengan LSM karitatif, LSM-LSM ini bekerja untuk dan bersama masyarakat dalam suatu periode waktu yang lebih panjang dengan maksud membantu masyarakat menolong dirinya sendiri (helping people to help themselves).
LSM-LSM ini memberikan pelayanan kepada masyarakat. dalam berbagai bidang atau sektor seperti air bersih dan sanitasi, teknologi tepat guna, kesehatan dan pendidikan, perkoperasian dan usaha bersama, usaha kecil dan kredit mikro, perumahan rakyat, pengembangan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, sektor informal, dan sebagainya. Di samping pelayanan LSM ini juga memberikan pelatihan dan penyadaran untuk membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat. LSM-LSM ini dikenal dengan nama LSM pembangunan atau LSM developmentalis (development NGO)
Kelompok Ketiga
Karena kemiskinan, kesengsaraan, penderitaan yang dialami masyarakat tidak selalu bersumber dalam dirinya tetapi oleh sesuatu struktur yang dipaksakan dari luar maka dalam perkembangan selanjutnya LSM-LSM tidak hanya bergerak dalam pelayanan masyarakat tetapi kemudian melakukan pembelaan (advokasi) terhadap kekuasaan dan pemerintah. Misalnya pembelaan terhadap pencemaran lingkungan hidup, kerusakan hutan, perlindungan hak asasi manusia (HAM), ketimpangan gender, diskriminasi rasial, dampak globalisasi dan ekonomi pasar bebas, hutang luar negeri, korupsi, kolusi dan nepotisme serta penyalahgunaan kekuasaan lainnya sampai kepada penegakan demokrasi,. LSM-LSM ini dikenal dengan LSM advokasi (advocacy NGO)
Ada juga
Tentu saja pembagian atas kategori-kategori di atas bukanlah sesuatu yang ketat. LSM-LSM pembangunan dalam kegiatannya bisa melakukan kegiatan yang bersifat karitatif dan terlibat dalam advokasi dengan pemerintah setempat yang mungkin merugikan kelompok sasaran mereka, atau bersama LSM-LSM lainnya terlibat dalam kegiatan-kegiatan advokasi.
Di samping berbagai kategori LSM berdasarkan kegiatan-kegiatannya, dikenal pula apa yang disebut dengan jaringan LSM atau forum LSM di mana LSM berkumpul bersama untuk mendiskusikan dan memperjuangkan isu-isu bersama. Hal ini banyak dikenal dalam berbagai nama seperti: forum, koalisi, aliansi, konsorsium, asosiasi, jaringan, solidaritas, dan lain-lain
Apa dan Bagaimana LSM
LSM didirikan jauh lebih daripada sekedar mendirikan organisasi bernama yayasan untuk mendapatkan proyek-proyek pemerintah atau keuntungan-keuntungan ekonomi lainnya. LSM didirikan dengan tujuan-tujuan yang lebih ideal yaitu perwujudan dari semangat filantropi (philanthropist) dan altruisme (altruism). Dengan filantropi dimaksudkan “mencintai (sesama) umat manusia, dengan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan”, dan dengan altruisme dimaksudkan “menaruh perhatian dan kepedulian terhadap orang lain atau kemanusiaan”. Dengan perkataan lain apapun program atau bentuk kegiatan yang diselenggarakan LSM dilandasi oleh nilai-nilai ideal yang dirumuskan dalam bentuk visi, misi dan tujuan-tujuan organisasi lainnya. Nilai-nilai ini disebut dengan nilai-nilai moral.
LSM tidaklah identik dengan yayasan. Yayasan adalah salah satu bentuk badan hukum yang kebetulan dipilih oleh sebagian besar LSM. Tidak semua yayasan dapat dikategorikan sebagai LSM sebagaimana halnya tidak semua LSM berbadan hukum yayasan, karena ada LSM yang mempunyai badan hukum perhimpunan atau perkumpulan.
Salah satu perbedaan penting yang perlu diperhatikan antara sebagian yayasan dengan LSM adalah bahwa: LSM ada dasarnya didirikan untuk keuntungan publik atau segmen masyarakat yang lebih luas (public benefit). Sedangkan yayasan ada yang didirikan untuk melayani kepentingan yang terbatas, misalnya kepentingan anggota-anggotanya saja. Yayasan Kostrad didirikan untuk melayani tentara yang menjadi anggota Kostrad. Demikian pula Yayasan Karyawan BULOG dan berbagai yayasan karyawan lainnya didirikan untuk kepentingan anggota-anggotanya saja (mutual benefit)
Sebagaimana dikemukakan di atas, apa yang sangat populer dikenal dengan istilah LSM di Indonesia sesungguhnya adalah pengganti istilah non-governmental organizations (NGO). Istilah ini diperkenalkan pada awal tahun 1980-an, karena istilah NGO dapat menimbulkan kesan dan interpretasi sebagai “anti pemerintah”, sesuatu yang tidak disukai rezim orde baru pada waktu itu. Karena itu sekarang ini sebagian LSM dengan sadar kembali mengembangkan istilah Ornop (Organisasi Non-Pemerintah), terutama oleh kalangan LSM yang bergerak dalam advokasi terhadap pemerintah. Namun demikian, dalam berbagai pertemuan informal atau formal, diskusi, seminar, lokakarya serta pemberitaan pers, dan sebagainya istilah LSM tetap lebih banyak dipergunakan.
Dalam berbagai definisi yang umum diterima, istilah LSM menunjukan beberapa bentuk organisasi atau kelompok dalam masyarakat yang secara hukum bukan merupakan bagian dari pemerintah (non-pemerintah) dan bekerja tidak untuk mencari keuntungan (non-profit) yang akan dibagi-bagikan kepada pendiri atau pengurus-pengurus, seperti yang dikenal dalam dunia perusahaan sebagai dividen.
Istilah ini sekaligus menempatkan LSM sebagai “sektor ketiga” dalam tiga sektor model kehidupan manusia modern, yaitu sektor negara (state), pasar (market) dan masyarakat sipil (civil society).
BEBERAPA KATA KUNCI UNTUK MERUMUSKAN KARAKTERISTIK LSM
Pertama
Bersifat non-pemerintah (non governmental). LSM yang didirikan secara hukum tidak mempunyai kaitan dengan organisasi negara atau pemerintahan
Kedua
Mempunyai asas kesukarelaan (voluntary). LSM didirikan dengan mengandung unsur-unsur kesukarelaan. Misalnya ada sejumlah orang (apakah itu sekelompok banyak orang atau sekelompok kecil orang) yang mendirikan LSM dengan menyediakan waktunya secara sukarela (tanpa dibayar) untuk kepentingan organisasi tersebut
Ketiga
Tidak untuk mencari keuntungan (non-profit, not-for profit). LSM tidak didirikan untuk mencari profit yang dibagi-bagikan bagi pendiri-pendiri atau pengurus-pengurusnya. Kendati demikian LSM dapat saja mempunyai eksekutif yang dibayar dalam bentuk gaji/benefit/kompensasi lainnya untuk tugas-tugas yang mereka kerja.
Keempat
Tidak untuk melayani diri sendiri atau anggota-anggota (self-serving). LSM didirikan untuk melayani kepentingan masyarakat, kaum miskin, kaum dhuafa, kaum yang tersingkirkan, kaum yang terlanggar hak-haknya sebagai warga masyarakat yang tidak mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya atau menggapai hak-haknya secara penuh melalui tindakan-tindakan langsung atau tidak langsung. LSM juga menyuarakan kepeduliannya terhadap berbagai kebijakan dan tindakan pemerintah yang menimbulkan dampak merugikan masyarakat secara keseluruhan
Perlu Kode Etik LSM?
etik personal (personal ethics) dan etik sosial (social ethics)
Mengapa?
Nilai-nilai moral sebagaimana dikemukakan di atas perlu diperjuangkan kepada pihak luar dan ke dalam diri LSM sendiri. Kepada pihak luar seperti misalnya kepada pemerintah, donor, kalangan swasta, kelompok masyarakat yang menjadi partisipan program maupun publik yang lebih luas, LSM perlu selalu mempromosikan tujuan keberadaannya dan kepentingan-kepentingannya sehingga visi, misi dan nilai-nilai yang dianut oleh LSM dapat diakomodir oleh pihak luar tersebut. Sedangkan ke dalam komunitas LSM perlu menjaga bahwa nilai-nilai moral yang diperjuangkan tersebut tidak dirusak oleh satu atau segelintir LSM atau “organisasi lain yang menamakan dirinya LSM” sehingga dapat merusak integritas dan kredibilitas LSM secara keseluruhan yang pada gilirannya dapat menimbulkan citra negatif LSM. Sebab bagaimana pun juga aktivitas LSM adalah sesuatu yang rentan terhadap penyalah-gunaan
Adanya kode etik yang disepakati bersama, diimplementasikan bersama dan diawasi bersama akan memberikan berbagai keuntungan kepada komunitas LSM secara keseluruhan dalam membangun integritas dan kredibilitas LSM kepada pihak luar. Sekurang-kurangnya pihak luar melihat LSM juga peka terhadap perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menimpa dirinya atau tidak mempergunakan “standar ganda” dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitasnya
Salah satu faktor lain adalah perkembangan global. Bahwa keberadaan LSM yang sehat dan kuat dalam arti didirikan secara sukarela, tidak beorientasi kepada keuntungan ekonomi, independen terhadap pemerintah, dikelola secara transparan, demokratis, akuntabel dan beorientasi kepada dan mewakili kepentingan masyarakat, sebenarnya sudah lama menjadi kepedulian berbagai pihak di dunia internasional. Apakah itu pemerintah, lembaga-lembaga donor, mau pun kalangan NGO internasional. Lembaga-lembaga penyandang dana (funding agencies) dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkatkan bantuannya kepada kalangan LSM. Sementara itu lembaga-lembaga donor dalam bantuannya kepada pemerintah negara-negara peminjam juga semakin menekankan pentingnya melibatkan LSM dalam disain, perencanaan dan implementasi proyek-proyek pembangunan dengan mengembangkan suatu pembangunan yang partisipatif. Pemerintah negara-negara peminjam juga diminta untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan LSM dengan menyusun peraturan perundang-undangan yang dapat mendorong LSM untuk meningkatkan sumbangannya dalam pembangunan nasional
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dunia internasional adalah terciptanya good governance yang diterjemahkan menjadi tata-kepemerintahanan/tata-kepengelolaan yang baik. Ada kecenderungan pengertian bahwa good governance sama dengan good government atau pemerintah yang baik. Pengertian governance jauh lebih luas karena bisa termasuk kelompok swasta yang misalnya dikenal dengan istilah corporate governance mau untuk kalangan organisasi masyarakat sipil (termasuk LSM). Salah satu yang menjadi perhatian donor adalah terciptanya good governance di kalangan LSM dalam arti LSM yang mampu bekerja secara profesional, transparan dan akuntabel
Dalam hal kepentingan terhadap pihak luar, dapat saja terjadi perbedaan kepentingan antara LSM-LSM advokasi dengan LSM-LSM yang bergerak dalam pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam keterlibatannya di proyek-proyek yang disponsori pemerintah, LSM pembangunan misalnya mengembangkan nilai-nilai bahwa setiap orang mempunyai hak untuk ikut serta dalam pembangunan sebagai salah satu hak asasi manusia yang melekat dan tidak dapat dihilangkan. Setiap orang baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dapat menyumbang kepada pembangunan sosial, ekonomi, kultural dan politik bangsanya. Sehubungan dengan nilai-nilai yang dianut itu LSM yang bergerak dalam pembangunan atau pengembangan masyarakat akan memperjuangkan bahwa LSM mempunyai hak untuk terlibat dalam program-program pembangunan sebagai mitra pemerintah yang setara serta mempunyai hak untuk memperoleh akses pendanaan tanpa mengorbankan otonomi dan independensi mereka. Di pihak lain, LSM-LSM yang bergerak dalam advokasi perubahan kebijakan seringkali menolak keterlibatan mereka dalam proyek-proyek pemerintah agar kampanye mereka akan lebih efektif atau untuk menghindari agar tidak “terkooptasi” oleh pemerintah