Adat Kepercayaan Dayak Salako

Dikenal juga dengan adat kehidupan sehari-hari, yaitu adat yang menyangkut hal kehidupan manusia dari sejak ia masih dalam kandungan hingga ia meninggal dunia. Pelaksanaan adat ini meliputi;
1.1. Ngaladakng Buntikng. Adat ngaladakng buntikng biasanya dilakukan kehamilan pertama yang telah berumur sekitar tiga bulan, dimaksutkan untuk memilihara buntikng agar terhindar dari segala penyakit ataupun pengaruh atau ganguan roh-roh jahat sehingga ibunya dapat melahirkan dengan selamat.
1.2. Batalah. Setelah ibunya melahirkan dengan selamat, sang bayi disuluh dengan api suluh dan dicicipi dengan nasi untuk menjemput tamu yang baru dan agar anak itu kelak menjadi anak yang cerdas dan pintar seperti api suluh menerangi muka atau wajahnya didepan rumah pada sebelah kiri atau kanan turun tangga dipasang tanda beranak dari bambu dibuat seperti tangga laut terdiri dari tiga tingkat anak tangga, digantungi daun longke daun mintawa’, daun limau dan daun kalimonteng. Jika bayinya laki-laki maka tanda beranak disebelah kanan dan jika bayinya perempuan, tandanya dipasang sebelah kiri.Kemudian tembuninya setelah dibereskan diberi nasi dan sedikit garam lalu dimasukan kedalam tempurung kelapa bertutup dan ditanam (dikuburkan) didekat tanda beranak. Tembuni itu namanya “ ore’ tamone’ ” adalah abang atau kakaknya sibayi yang siap menjaga adiknya. Dia akan menjaga adiknya dengan menaiki tangga yang tiga tingkat itu dan jika ada yang mengangu adiknya yaitu roh-roh jahat seperti kuntilanak dsb. Akan dia usir dengan daun-daun yang telah tersedia tujuh hari setelah melahirkan atau saat-saat sebelum batalah, masa itu disebut masa barumukng. Sang ibu masih belum dibolehkan mandi keluar rumah. Setelah tujuh hari habis melahirkan diadakan upacara batalah yaitu upacara Adat untuk memberikan nama kepada sibayi. Sang ibu boleh mandi ditepian setelah upacaranya selesai dan ia harus memakai tarinak, copo’ nya diberi damak, agar ibu terhindar dari segala sesuatu yang tidak baik dan damak atau tantajuk atau damak yaitu sejenis peluru sumpit, telah siap untuk menghadangnya.
1.3. Bapacar. Bapacar adalah suatu kebiasaan tampa harus disertai dengan upacara Adat yang dilakukan oleh anak perempuan pada saat mulai ia datang bulan yang pertama kali, sehingga hal ini dapat diartikan sebagai tanda bahwa ia sudah mulai dewasa. Kuku jarinya diberi tanda merah dengan mempergunakan daun pacar.
1.4. Babalak. Anak laki-laki yang telah mulai menginjak usia dewasa, idealnya antara usia 10 hingga 15 tahun wajib untuk disunat, sebagai tanda ukuran bahwa ia sudah mulai dewasa. Roah balak disebut juga roah aya’ atau roah matahatn. Biasanya jika dalam keluarga itu ada sumpana tahun yang belum dilepaskan pesta sunat dapat digabungkan dengan pesta tahun, sehingga pemukulnya harus dua dan pabanihanyapun harus dua yaitu dengan sunat dan dengan pesta pertahunan. Jika dalam keluarga itu ada dua kakak beradik yang akan disunat, mereka harus didampingi/ dikasih batas ditengah-tengah mereka berdua ( antarai’ ) satu orang lagi diluar anggota keluarga itu.Waktu subuh mereka sudah mulai direndam kesungai dan sekitar pukul tujuh ( 7 ) mereka diambil dari sungai masing-masing menggigit paha ayam yang telah dipanggang untuk menahan gigil sewaktu akan disunat. Tiga hari lamanya mereka barumukng tampa makan sayur dan daging serta nasi kecuali hanya diberi makan bohol yaitu nasi yang dibungkus dengan daun dimasak dalam solekng ( bambu kecil ). Setelah selesai barumukng mereka harus keluar dipersenjatai dengan tombak dan parang serta lidi untuk mencari linsode ( sejenis ikan kecil yang mulutnya panjang ) mereka mencari sasaran rebung untuk menombak. Jika sasaranya tepat sekali ditombak, pertanda bahwa ia akan sgera akan mendapatkan jodoh untuk dikawinkan. Orang yang tidak bersunat disebut kulup adalah merupakan sebutan yang sangat memalukan bagi yang tidak bersunat.
1.5. Panganten. Panganten atau Balaki-babini terjadi antara laki-laki dan perempuan yang masih lajang atau yang sudah berstatus janda atau duda. Masa perkenalan sebelum penganten dimulai dengan cara nido yaitu pekenalan dengan cara tertutup, diam-diam tidak terbuka seperti sekarang ini, yang dikenal dengan istilah pacaran. Setelah pihak laki-laki merasa cukup yakin bahwa cintanya akan diterima ia mengutus seorang picara atau pak tone atau pasa’ rinyuakng, sebagai penghubung kepada pihak perempuan, untuk melamarnya, dihadapan orang tuanya serta disaksikan oleh ahli waris pihak perempuan. Sebelum dipicarakan, picara terlebih dahulu harus menanyakan dua hal penting yaitu : Apakah diantara kedua belah pihak masih terdapat hubungan keluarga dekat ? Apakah salah satu atau kedua belah pihak masih terikat hubungan perkawinan dengan pihak lain ? Jika salah satu diantarnya msih terikat dengan hubungan keluarga dengan piak lain ataupun keduanya masih mempunyai hubungan keluarga, maka mereka tidak boleh dipicaraatn. Biasnya dalam menentukan jodoh anaknya terlebih dri pihak orang tua perempuan agak hati-hati untuk mengambil keputusan. Banyak hal yang dipertanyakan atu diselidiki, misalnya ditanyakan : Apakah calon suami anaknya itu berasal dari keturunan pembunuh, suka menghianati nyawa orang, keturunan perampok, pencuri, pemerkosa, pemabuk, dan keturunan jahat lainya seperti keturunan gila, dan berbagai penyakit lainya. Pertanyaan ini bertitik tolak pada kepercayaan Adat tentang adanya tulah, kisas dan terlebih lagi adanya sangar demikian pula tentang adanya penyakit keturunan. Setelah lamaran diterima, maka ditetapkanlah acara Adat pamaku kata untuk mengikat pertunangan. Acara pamaku kata yang pertama diadakan pada pihak laki-lakai dihadiri olehwaris sebelah ibu dan bapak dari silaki-laki, dan picara. setelah itu diadakan pula ditempat perempuan yang dihadiri oleh ahli waris dari ibu dan bapak dari pihak perempuan serta dihadiri pula oleh picara. Pada saat pamaku kata di rumah laki-laki, perempuan tidak perlu hadir dan demikian pula sebaliknya di rumah laki-laki, perempuan tidak boleh hadir. Dalam acara pamaku kata itu disepakati hari H-nya, serta dijelaskan pula sangsi-sangsinya apabila salah satu melangar ataupun membatalkan pertunangan. Setelah sampai waktu hari H-nya, maka pengantin laki-laki yang menjemut pengantin perempuan dengan dihantar atau diarak oleh sanak saudara serta penduduk kampung, keesokan harinya kedua pengantin dihantar atau diarak kembali ketempat laki-laki. Jika pengantin laki-laki atau pengantin perempuan kawin mendahului abang atau kakaknya, maka ia harus mengeluarkan Adat pansio kepada abang atau kakaknya, yaitu berupa satu lembar uang ketip ditaruh diatas piring kecil berisi air dan dicucikan pada bagian muka kakak atau abangnya. Tiga hari setelah penganten biasanya diadakan upacara Adat tampukng tawar. Selain pengantin ada lagi bentuk perkawinan yang disebut Pengantin Basorokng topokng namanya, kawin bataapi’. Bentuk perkawinan ini dianggap melanggar Adat karena tidak mengunakan picara, tidak ada mupakat waris oleh karena itu mereka dikenakan hukum Adat 2 buah siam 3 jalu yaitu satu buah siam ngago’ picara dan satu buah siam ngago’ pakat waris serta 1 ekor babi untuk tampukng tawar. Ada lagi bentuk perkawinan yang disebut panganten tama’ ( pengantin Masuk ) dengan nasi, yaitu salah satu bentuk pengantin untuk mengurangi biaya. Kedua belah pihak apabila telah sepakat dan disetujui oleh pihak ahli waris masing-masing, maka salah satu pihak laki-laki atau perempuan tergantung pihak mana yang akan ditarik atau lepas dri orang tuanya dan akan tinggal dan hidup bersama di rumah yang narik. Pihak yang ditarik diantar langsung oleh picara dan beserta dua atau tiga orang pengantar lainya kepada pihak yang narik, tampa harus diarak. Pengantin masuk dengan nasi ( panganten tama’ man nasi’ ), tidak ada hukuman Adatnya, namu paling lama tigga hari keudian mereka diwajibkan mengeluarkan tampukng Adat tawar untuk keselamatan perkawinan mereka. Tidak selamanya pihak yang ditarik yang harus berangkat kerumah yang narik, akan tetapi hal ini lebih didominasi oleh pihak laki-laki dengan alasan berbagai pertimbangan dan kewajiban dsb.
1.6. Bagawe. Gawe hampir sama pengertianya dengan roah. Bahkan sering pengertiannya dicampur adukan. Perbedaan menjolok antara roah dan gawe antara lain adalah : (1) Roah biasanya dimulai 1 hari sebelumnya nabo’ panyugu maba (memberi tau dan mengajak ) urakng tuha (pama urakng tuha ) bapalantar dan langsung ditaruh diatas papangokng ka’ sami (ruang Tamu). Pada keesokan harinya pagi-pagi diadakan pajaji ka’ sami’ dan ka’ tangah milik ( ditengah bilik ). Isi pabanihan itu ialah : beras pulut, beras biasa ( beras sunguh ) masing-masing 1 pahar, telur, tengkawang, uang ketip, minyak makan, gula merah, kelapa, nasi, poe’ ( beras pulut ) yang dimasak, poe’ pangaretatn, tumpi’, bontokng dan lain-lain. Sedangkan gawe bisa langsung jadi, tampa harus nabo’ panyugu trlebih dahulu, dan tidak harus bapapangokng dan bapabanihan. Dengan demikian baroah lebih besar dari pada bagawe paringsnya ( alat-alat paraganya walaupun biasa bagawe lebih ramai dari pada baroah seperti gawe totokng, gawe pangka’, gawe naik dango, gawe muukng, gawe kalekng dll ). Roahpun ada dua ( 2 ) macam yaitu : Roah Matahatn, yaitu roah yang dimulai dari panyugu dan bapapangokng seperti yang dijelaskan diatas. Roah babah : Apabila salah satu dari anggota keluarga ( ramahnya ) meninggal dunia sebelum ladangnya dipanen ( tahutn kadapatn ) maka pada saat panen pertama. Hasil panen disimpan selama tiga ( 3 ) hari barulah boleh ngaleko tetapi tidak seperti ngaleko biasa parena ia harus membuat paremahan manok seko’ ka’ pabarasatn sekaligus pula karena kamaratn ia harus memberi makan sumpalah tahutn kepada roh almarhumharus diberi bagian. Jikalau tidak diberi maka panen ladang bisa rawa’ ( tidak berhasil karena digangu oleh roh almarhum ). Inilah yang desebut roah babah. Ada lagi acara ngaleko yang dapat digongkan roah babah, misalnya walaupun tidak kamaratn, tetai ia terhalang oleh keadaan cuaca sehinga padi tidak terjemur, ataupun ada halangan lain, sehinga tidak dapat ngaleko pada pagi harinya atau subuh, tetapi tidak mencapai tiga hari, maka hal ini disebut batagakng atau batagakng sa’ari. Diapun harus baremah man manok ka’ pabarasatn. Jadi ngaleko kamaratn, ngaleko batagakng dan ngaleko nyangkodom emuanya disebut roah babah. Gawe dapat juga dibagi dalam dua ( 2 ) pengelompokan yaitu : Gawe ngalapasatn molot atau gawe sinsagngi dan Gawe ngangkat paridupatn atau gawe dua laki bini. Gawe ngalapasatn molot disebut juga gawe sinsagngi atau gawe mayar parutangan karena gawe ini bermula dari adanya sinsangngi pamolotatn yang harus dibayar atau dilapasatn. Jikalau tidak dilapasatn maka hal ini akan membawa sangar berketurunan, misalnya gawe totokng, gawe pangka’, gawe muukng, walaupun gawe ini tidak selamanya dilaksanakan karena pamolotatn atau sinsangngi, namun ada juga yang semata mendadak diperlukan karena padinya diperkirakan akan tidak tertuai, kecuali jika ia muung. dan banyak lagi jenis gawe pamolotatn lainnya. Gawe Ngangkat Paridup Dua Laki Bini : Sebenarnya semua jenis gawe dan roah pada dasarnya tujuanya adalah untuk menuju kepada kesejahteraan hidup atau ngago’ atau ngangkat paridup, namun yang dimaksutkan gawe ngangkat paridup disini ialah suatu upacara Adat khusus untuk ngangkat paridup, dengan doa persembahan kepada pama Jubata agar derajat kehidupanya terangkat, kaya raya dsb. Gawe ngangkat paridup dua laki bini yaitu : Gawe nyapat, gawe ngalajuk, gawe ngalama’, gawe najur, gawe kalekng yang terdiri dari kalekng bula’ hanya baremah dengan ayam. Kalekng sapet, kalekng sinopo dan kalekng tukukng, ketiganya ini remahnya dengan babi dan malahan kalekng tukukng babinya 2 sampai 4 ekor. Gawe dua laki bini pada saat ini sudah jarang sekali dilaksanakan, karena untuk menjadi imamnya kebanyakan orang sudah tidak mengetahuinya lagi karena harus membawa doa-doa khusus. Sehingga kebanyakan orang takut jika salah aturan pelaksanaannya bisa membawa sansa’ katungkaptn dalam paridupatnya.
1.7. Batumuk. Adat batumuk atau Adat mendirikan rumah ialah Adat baremah man manok seko’ sebelum mendirikan rumah, dimaksutkan agar rumah itu didirikan tampa mendapatkan ganguan dari roh halus dan semoga membawa rejeki dan aman bagi yang mempunyai. Jika ada roh-roh halus yang berdiam ditempat itu supaya pindah dari tempat itu. Selain itu dimintakan juga agar tukangnya yang mengerjakan dalam keadaan selamat.
1.8. Ngangkat Arakng. Jika terjadi kebakaran rumah tempat tinggal, maka tiga hari kemudian diadakan upacara Adat ngangkat arakng ditempat kebakaran tersebut, maksutnya agar semua harta benda yang terbakar itu sumangatnya dipanggil dengan remahan yang diadakan diharapkan dapat kembali berlipat ganda. Jika ada setan yang menggangu atau minta makan maka melalui remahan itu mereka diberi makan agar tidak usah lagi mengganggu.

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons