1. Penguburan. Apabila seseorng meninggal duni pertama sekali jenasah harus dimandikan, diberi pakayan biasanya serba putih dan unyuri’ ( dibaringkan ) diruang depan ( sami’ ). Inilah yang dinamakan mangkorah. Sementara itu, beberapa orang diminta untuk memberitaukan kematian itu kepada ahli waris yang agak jauh tempatnya sambil ngango’nya. Pangago’ harus membawa paku pangkars dan setiap orang yang digago’ harus mengigit paku sebagai pangkaras, dan mereka mengucapkan kata-kata : “ Loe basi karas sumangat ” artinya sumangat mereka lebih keras dari pada besi, tidak bisa dibujuk atau dirayu ( tarere’ ) oleh roh orang yang telah mati. sebagian lagi dari orang-orang ditempat duka ada yang mengerjakan peti jenasah. Kalau tidak ada persediaan papan, merka menebang kayu dihutan untuk dijadikan papan. Demikian pula semua perkakas yang dipinjam bahkan apa saja yang dipinjam dengan tetangga harus disertai dengan paku pengkaras dan orang yang meminjamkan harus menggigit paku sambil mengatakan “ loe basi karas sumangat jenasah tidak boleh dikuburkan sebelum ahli waris yang di gago’ datang, kecuali jika pangago’nya telah dititipi pesan bahwa jenasah aan dikuburkan pada hari dan jam yang telah ditentukan tidak terikat apakah yang digago’ sudah datang atau belum. Setelah peti jenasah diusung keluar maka pihak keluarga biasanya mencuci muka ( basimuha ) dengan air dari solekng ( tabung bambu ) dan solekng diempaskan hingga pecah sambil mereka mengatakan kata-kata yang artinya bahwa mimpi buruk mereka sudah lepas sudah berlalu, ame babadi agi’, badan sudah dibersihkan ( dengan basimuha ) segala mimpi buruk seperti gigi tanggal, mimpi melihat matahari, mimpi kehujanan dan sebagainya, semuanya sudah hanyut bersama air dan sudah hancur lebur seperti solekng ( tabung bambu ) yang dihempaskan, dan merekapun menghamburkan abu dan arang yang memang sudah disediakan disitu,seraya mereka mengatakan : segala mimpi buruk sudah terbang jadi abu, dan hangus jadi arang. Prilaku ini mereka lakukan terlebih jikalau merekamemeng ada mimpi yang buruk itu. Setelah peti jenasah tiba ditempat pekuburan, masing-masing sibuk dengan pekerjaanya dan setelah selesai penimbusan liang lahat, diadakan upacara pangurukang sumangat, dengan melipat daun kemudian dibagikan kepada semua yang hadir dan dijepitkan di telinga, maksudnya agar sumangat tetap terkurung didalam badantidak lere’ ( tergoda ) dengan roh orang mati. Salah seorang menigap ( menepuk ) tnah pada bagian kepala sambil mengatakan pesan, Asa’ … dua … talu … ampat … lima … anam … tuju, Ian aku nigapm kau sianu’a, aku masatna’ kao … dst ( lihat pesan orang mati pad halaman 5 ). Setelah pulang dari penguburan, disebelah tangga naik dipasang pula tangga hantu yang posisinya terbalik. Setelah orang-orang yang tadinya ikut menguburkan selesai mandi. Sumangat dipanggil dengan membunyikan ( nentekng ) beliung. Dan setelah selesai makan diadakan pula Adat bacece’ mati dengan mengeluarkan Adat sepuluh amas.
2. Bacece’ Mati. Adat bacece’ mati ialah Adat yang harus dikeluarkan sebelum dimulainya pertanyaan mengenai hal ikwal kematian almarhum yang baru selesai dikuburkan. Bacece’ artinya barenceh yaitu membicarakan yang berkaitan dengan sesuatu dan dalam hal ini tentang kematian. Adat yang harus dikeluarkan adalah Adat sapuluh amas dan dua buah mangkok masing-masing disertai paku pangkaras. Adat bacece’ mati dilaksanakan setelah selesai makan. Pengurus Adat mulai opembicaraan dengan mengatur penyerahan Adat sapuluh amas yaitu :
1. Dua ( 2 ) mangkok diserahkan kepada sapat dinikng ( tetangga kiri dan kanan).
2. Satu buah piring diserahkan kepada yang mangkorah ( memikul peti ).
3. Satu buah piring diserahkan kepada yang bagago’atn.
4. Satu buah piring diserahkan kepada yang bapapatn, yang membuat peti jenasah.
5. Satu buah piring diserahkan kepada yang batandu ( memikul peti ).
6. Satu buah piring diserahkan kepada yang batamukng dan badango.
7. Satu buah piring diserahkan pepada yang natak bantal kaintonotn.
Semuanya disertai dengan satu buah paku pangkaras dan masing-masing mereka mengigit pangkaras paku dan walaupun piring tidak diambil, tetapi dianggap sudah diterima. Selesai penyerahan Adat sapuluh amas barulah diadakan pertanyaan oleh pengurus Adat : Pertanyaan tentang kematian, apakah mati karena jodohnya atau ada hal-hal yang patut dicurigakan asal jangan sambarang gule’ gilabut.
1. Soal utang piutang almarhum.
2. Jika suaminya yang meninggal patut ditanyakan keadaan badan si-istri, apakah dalam keadaan haid atau belum.
3. Suami atau istri dri almarhum harus mengeluarkan Adat kalangkah tikar yaitu mata uang ketip ditaruh diatas piring kecil sebagai suatu syarat atau pengakuan bahwa manakala pada suatu ketika ia akan kawin lagi, maka ia harus bermusawarah dengan pihak ahli waris almarhum.
4. Adat sapuluh amas diterima oleh waris dua madi’ ene’ almarhum.
Kemudian ditanyakan apakah ngalapasatn tahutnnya akan ditentukan atau dilaksanakan, kalau tidak supaya diadakan Adat barapus agar rohnya tidak mengganggu pertahunan.
3. Muang Ai’ balik. Ai’ balik terdiri dari pinggan putih berisi air, ditutup dengn sebuah pengayak beras, dan sebuah sobokng, ( kulut pelepeah pinang ) berisi abu dapur, ditaruh kepelataratn atau pante masuk rumah. Jadi posisinya demikian : daritanah naik kerumah, ada pasang tanga’ antu, kemudian diatas pante diletakan sobokng abu, dankemudian barulah piring ang berisi air ditutup pengayak. Apabila pidaranya ( rohnya ) mau naik kerumah melalui tanga’ hantu dia akan menginjak abu sehingga bekasnya keesokan harinya dapat dilihat, dan kemudian iapun bercermin kedalam air yang ditutup pengayak, sehingga sadarlah ia bahwa wajahnya sudah berubah karena nampak wajahnya tidak mulus lagi dipengaruhi oleh pengayak, baru ia sadar bahwa ia telahmeninggal bahwa ia telah berada di alam lain.
4. Malahi’. Apabila almarhum meninggal pada tahutn kadapatatn atau ningalatatn tahutn artinya dia meninggal : sebelum panen padi, maka ia diberi bagian khusus supaya ia tidak menggangu sawah atau ladang milik keluarganya oleh karena ia tidak diberi bagian. Bagian atau balahatn diberikan disebelah pinggir sawah atau ladang dekat jalan keluar atau masuk sawah atau ladang. tempat belahan dipagar dengan belahan bambu. diatasnya digantungkan tudung terinak, topokng pamanih dan sebagainya.
5. Muang Tikar Kubu’ . Upacara Adat ini dilaksanakan setelah tiga hari lamanya ia dikuburkan. Beberapa bekas pakayan, tikar dan perca lainya secara simbolis dapat dianggap sebagai tikar dan Kubu’ ( selimut ) dibuang disaka ( persimpangan ) kuburan sehinga hal ini disebut “ muangi’ tikar kubu’ ” Maksud supaya pidara ( roh ) almarhum tidak mencari-cari pakayannya lagi karena sudah diserahkan.
6. Basuayak. Basuayak artinya berpisah bertolak belakang. Adat basuayak ialah Adat yang dilaksanakan setelah tujuh hari almaruhum dikuburkan. Menurut kepercayaan selama tujuh hari itu roh almarhum masih keluar masuk di rumah keluarganya. Agar supaya angota keluarga tidak terrayu ( rohnya tidak ngalimatn,ngarere’ ) maka diadakan Adat basuayak untuk memisahkanya, dari kehidupan lingkungan keluarga.
7. Ngalapasatn Tahutn. Ngalapastn tahutn adalah suatu uapacara Adat yang diadakan setelah tiga tahun almarhum meninggal dunia. Waktu tiga tahun ini biasanya dihitung tahun padi. Upacara Adat ini dimaksudkan untuk nipara atau mare’ ( memberi ) makan almarhum yang terakhir. kalau upacara Adat ini tidak dilaksanakan maka dikwatirkan rohnya akan gentayangngan mencari makan kesana kemari sehingga merusak panen sawah atau ladang, dan yang menjadi sasaran utama adalah pihak keluarganya (Berpaling kekeluarga ). Dengan demikian makna ngalapasatn tahutn itu dapat diartikan :
1. Untuk paniparatn ( memberi makan ) terakhir, memberi ongko’ bagiatn kepadanya agar ia tidak menggangu atau merusak sawah - ladang.
2. Batas bela sungkawa dan hubungan batin dengan rohnya sudah dianggap selesai ( hubungan keterikatan ) sebab sebelum masa tiga tahun suami atau istri almarhum yang masih hidup dapat dikenakan sangsi Adat parangkat hantu atau pampalit ai’ mata ( Kaing lap air mata ) jika ia kawin lagi.
Namun demikina bukan berarti hubungan batin itu akan terputus habis sama sekali, adakalnya roh seseorang itu akan tetap dihormati terutama kuburan orang tua yang dan dianggap sebagai biat atau pama sehinga kuburannya ditabo’ dan diremah setiap tahun seperti layaknya orang nabo’ panyugu.
8. Sanukng. Jika seseorng kebetulan meninggal dan dikuburkan ditempat lain karena merantau dan sebagainya sehinga jenasahnya tidak dapat dikuburkan dikampungnya, maka dibuatlah sanukng ditempat atau kampung pakayan. Sanukng adalah merupakan duplikat kuburanya yang asli. pakayan bekas, dan tnah pekuburannya dibawa pulang untuk ditempatkan pada sanukng itu. Sanukng itu dibuat menyerupai kuburan diberi dango dan diberi tambak atau jongko :
1. Jika ia seorang dukun dibuatkan bale gamakng yaitu dari papan dibuat persegi empat dan diukir serta dicat dengan ukiran khusus, yang merupakan tanda bahwa ia seorang dukun.
2. Jika ia seorang pangalangok jongko’nya dilukis seperti kepala alo.
3. Jika ia seorang pagalar ( Timanggong atau pengurus Adat ) maka ia dibuatkan bale’ gamakng.
4. Jika ia seorang yang kaya, papadiatn maka jongko’nya dibuat diukir seperti papat dango padi.
Sanukng juga dapat diberlakukan seperti kuburan, dapat ditabo’ dan diremah tergantung pada pihak keluarganya.