Akhir-akhir ini, kita banyak mendengar istilah Globalisasi !!. Bagi kelompok etnik Dayak, istilah ini sungguh dianggap remeh. paling tidak beberapa tokoh yang sempat saya temui di 6 kampung Dayak. bagi mereka, biarlah globalisasi terjadi, toh mereka sudah tua dan para pemimpin Dayak sendiri tidak pernah memberitahu tentang bahaya ini. "kami ini sudah tua, jadi biarlah globalisasi itu terjadi. toh, pejabat dan pemimpin Dayak juga tidak paham tenang globalisasi" ujar seorang tetua adat di Sei Ambawang. Sekedar mengingatkan kembali, Globalisasi berarti hilangnya sekat-sekat negara untuk perdagangan dan perpindahan modal, kebebasan berusaha melampaui batas-batas negara, dan juga kebebasan untuk merambah semua sektor perekonomian.
Perpindahan modal ini bakal memindahkan penghisapan ke negara dunia ke-3. Buruh di negara dunia ke-3 akan dihisap habis-habisan, dan sementara itu buruh di negara maju akan kehilangan pekerjaan. Dan ini bakal diikuti perusakan alam yang lebih hebat di negara dunia ke-3, karena modal asing jauh lebih besar dari modal lokal, mereka butuh sumber daya yang jauh lebih besar, dan umumnya mereka nggak peduli sama alam.
Globalisasi berarti peng-globalan kapitalisme ke segala penjuru dunia dan ke segala sektor ekonomi. Dengan begitu bakal ada banyak sektor yang tadinya lebih berorientasi ke sosial bakal bergeser ke PROFIT. Ini bisa terjadi lewat jalan privatisasi dan segala macem tetek bengeknya.
Ketika modal lokal akhirnya dikuasai sama modal asing, maka harga dan segalanya bisa dipermainkan sesuai dengan keinginan pemilik modal. Dan modal yang udah mengglobal juga berarti hasil produksi yang mengglobal. Apa yang diproduksi di Indonesia dengan harga murah bisa dijual di tempat lain dengan harga yang amat tinggi sesuai standar harga di tempat penjualan. Kemiskinan bakal semakin parah dan semakin ngga tersalurkan lagi.
Kemudian yang paling celaka adalah kalo perusahaan-perusahaan negara, perusahaan-perusahaan publik, perusahaan-perusahaan yang menyediakan fasilitas publik - ikut di-privatisasi. Maka perusahaan itu, yang tadinya masih cukup ber-orientasi ke pemenuhan kebutuhan masyarakat (walaupun dikorup habis-habisan) akan berubah orientasi ke PROFIT. Dan sekali lagi, ini CELAKA.
Bayangin kalo kalo terjadi privatisasi pada perusahaan-perusahaan air, listrik, gas, telepon, transportasi, pembangunan jalan, kesehatan, sekolah, dan lain-lain. Berarti swasta ngontrol perusahaan-perusahaan itu, sektor-sektor yang di UUD 45 disebut sebagai "yang menguasai hajat hidup orang banyak", berarti mereka bebas menentukan strategi perusahaan, nentuin harga, nentuin pasar, nentuin buruh, nentuin cara pemasaran, dan semuanya sesuai dengan apa yang mereka mau, dan yang mereka mau adalah mendapatkan PROFIT sebesar-besarnya.
Tingkat kemiskinan akan semakin parah dan yang udah miskin bakal semakin susah idup. Pendidikan akan semakin cuma untuk yang punya duit dan orang semakin tolol, buta huruf bakal meningkat, penyakitan juga meningkat, tingkat harapan hidup menurun, pengangguran melonjak, kejahatan bertambah, preman tambah banyak, orang stress bertambah, perumahan kumuh bertambah, penggusuran bertambah, kekerasan pada orang melarat bertambah. Dan ini udah terjadi di negara-negara dunia ke-3 yang nerima prinsip globalisasi.
Kemudian, ketika sudah terjadi bahwa pihak asing menguasai modal lokal. Perjuangan ke arah sosialisme rasanya sih bakal semakin jauh dan susah aja. Bisa aja kita bilang modal asing itu lebih manusiawi dan bla bla bla bla... Tapi modal asing itu lebih besar, lebih mencengkeram, penguasa lokal akan dipaksa untuk jadi pengaman modal asing (seperti Batista di Kuba, seperti Suharto di Indonesia dulu, seperti di Nikaragua, dan seperti di negara-negara Amerika Latin, seperti di negara-negara Afrika.
Apa hasilnya? Akan timbul sebuah pemerintahan reaksioner atau totaliter atau militeristik, ini khas sekali, di mana modal asing (ambil aja contoh modal US) berkuasa di satu negara yang masih melarat, maka akan ada centeng-centeng yang ngejagain modal itu: Pemerintah lokal. Contoh yang paling deket sama kita, ketika modal US bercokol di Arun Aceh, maka centengnya siapa? Jakarta! Kenapa Jakarta mau jadi centeng? Karena profitnya besar! Hasilnya apa? DOM! Penindasan dan penghisapan atas penduduk asli Aceh habis-habisan. Begitu juga dengan freeport dan segala jenis pengerukan hasil alam lainnya, Jakarta jadi centeng!
Ini semua karena ada penggabungan menjadi satu tubuh (bersetubuh) antara komponen-komponen: MODAL, PENGUASA POLITIK, dan MILITER. Mereka bukan lagi 3 bagian berbeda, tapi mereka adalah 1, saling dukung, dan demi PROFIT, mereka akan melakukan apa aja. Kalau ternyata salah satu dari penguasa politik atau militer ada yang mandul, maka dengan mudah mereka tinggal diganti oleh sang pimpinan: MODAL.
Udah berulang kali terjadi US dengan bangga menjatuhkan sebuah pemerintahan demokratik dari negara dunia ke-3 (Nikaragua, Kuba, Indonesia!, dan lain-lain), menggantikannya dengan pemerintahan boneka mereka, dan membuatnya jadi rezim totaliter reaksioner militeristik. Sementara kalau yang mandul militernya, tinggal cari grup-grup militan pinggiran yang mau diajak kerjasama, diberi modal, dan memberontak-lah mereka. Udah sering terjadi, perang saudara berkepanjangan antara penguasa militer resmi dan "pejuang" militan dengan backing US di baliknya.
Ketika semakin parah dan semakin parah, ini akan ngulang lagi apa yang dulu pernah terjadi: KOLONIALISASI. Dulu kolonialisasi dilakukan dengan cara terang-terangan, si bule-bule itu secara langsung menduduki tanah pribumi, membuat peraturan, membuat pemerintahan, membentuk tentara, menguasai wilayah baru secara fisik. Dan sekarang bedanya apa? Cuma penguasaan tidak secara fisik doang, tetapi secara modal, secara politik (!), dan secara sosial.
Kita orang-orang negara dunia ke-3 akan dijadiin budak (slave) untuk menghasilkan profit untuk mereka, kalo ngelawan, kita dihajar. Kalo dulu jaman kolonial kuno kita dihajar sama tentara bule secara langsung, jaman sekarang kita dihajar sama centeng yang sejenis sama kita sendiri. Apa bedanya? Sama-sama aja. Mereka yang jadi centeng cuma bahasa, tampang, dan kebangsaannya aja sama seperti kita, tapi mereka udah ngga beda dari tentara-tentara asing.
Kalau kita memberontak ke centeng kita sendiri, seperti ketika GAM memberontak ke Jakarta, maka akan dijawab dengan pertanyaan dan permintaan tentang NASIONALISME. Dan ini mematikan. Centeng nggak tau malu menagih nasionalisme kepada saudara sendiri, dan kalau pertanyaan dan permintaan sang centeng nggak dijawab, akan terjadi apa yang namanya "menjaga kesatuan dan persatuan negara". Oalah... gak tau malu...
Kemudian ketika modal asing udah mencengkeram erat di negara dunia ke-3, ketika centeng-centeng lokal mulai terbentuk, dan ketika neo-kolonialisasi udah terjadi, apakah dengan demikian kita akan semakin mudah untuk berjuang mewujudkan sosialisme/komunisme?
Sekali lagi, modal asing itu lebih besar dan lebih berkuasa, dengan centengnya, dengan kolonialismenya. Apa yang terjadi kalau ada usaha untuk menasionalisasi modal (yang juga berarti profit dan asset jangka panjang) mereka?? PERANG. Ketika sebuah koloni berusaha untuk memberontak dari pemerintahan kolonial, maka akan terjadi perang antara pemerintah kolonial dengan penduduk pribumi.
Dan begitu juga dengan neo-kolonialisme ini sendiri. Ketika rakyat melarat, budak-budak di negara dunia ke-3 bangkit ber-revolusi berusaha membunuh centengnya, maka yang jadi pertahanan pertama adalah sang centeng. Ini udah sering sekali terjadi dan tidak perlu disebut contohnya.
Kalo sang centeng kalah, maka "dengan tiba-tiba" akan muncul grup-grup nasionalis yang ingin membela persatuan dan kesatuan negara, tentara-tentara militan yang anti-revolusi, melawan revolusi. Ini juga udah sering terjadi, tentara-tentara militan dengan backing US yang mpreteli kekuatan revolusi rakyat entah dengan alasan apa.
Ketika yang ini masih bisa dikalahin sama revolusi rakyat, siapa yang akan turun??
Sang modal! Tentara sebenernya milik sang modal akan turun tangan. Perang antar bangsa akan terjadi. Perang langsung antara MODAL dengan budak-budaknya, antara MODAL dengan REVOLUSI. Siapa yang akan menang? MODAL sama sekali belum tersentuh kulitnya, bahkan selama ini mereka santai-santai mengeruk profit dari tanah perbudakan negara dunia ke-3, mungkin pengorbanan mereka selama ini cuma bantuan dana dan bantuan senjata untuk centeng dan untuk tentara militan pro-modal.
Sementara revolusi, telah mengalami setidaknya satu kali serangan dan kemungkinan besar 2 kali serangan (atau lebih!) dari saudara-saudaranya sendiri, walaupun (pasti) dengan semangat bergelora dan luar biasa murka, revolusi udah babak belur dan masih harus melawan sebuah negara-negara besar (BUKAN cuma 1) dengan segala kemampuan militernya, dengan modal "tak terbatas", dan dengan nafsu yang juga besar untuk tetep menguasai MODAL sumber profit dan uangnya selama ini.
Yang mati di pertarungan ini bakal mati dengan cara amat mengenaskan. Kekerasan adalah mutlak, akan terjadi perang fisik yang amat berdarah. Itu pasti. Dan siapa yang akan mati?
Sebaiknya kita engga perlu sampai ke taraf yang benar-benar mematikan dan berbahaya seperti ini. Karena akan ada banyak sekali korban nyawa yang hilang, waktu yang amat sangat panjang diperlukan, bantai-membantai antar saudara sendiri, dan darah yang tumpah di mana-mana. Dunia akan berantakan sekali lagi, dan berkali-kali lagi.
Walaupun sebenernya ADA jalan keluarnya. Revolusi mungkin saja menang, asalkan terjadi revolusi juga di negara asal modal dan di negara-negara sekutunya sesama penguasa modal internasional. Revolusi harus saling mendukung dan berprinsip internasionalisme, maka ada kemungkinan untuk berhasil, apalagi kalau revolusi di negara pemodal dan di negara budak itu berhasil (terutama yang di negara pemodal), kemungkinan terciptanya sebuah dunia yang lebih baik justru akan jadi kenyataan!
Sebuah pilihan yang amat sulit!
Awas, Globalisasi Mengancam DAYAK !!!
Yohanes Supriyadi
No comments
0 komentar:
Posting Komentar