JATUH BANGUN DAYAK KAYA

Oleh Yohanes Supriyadi

Disebuah kota kecamatan, pasca peristiwa "demonstrasi" anti PGRS/PARAKU tahun 1968, beberapa puluh orang Dayak tiba-tiba menjadi kaya. Bolehlah dikatakan sebagai orang kaya baru (OKB). Dengan kekayaannya, ia mampu membeli mobil truk, bis hingga kijang. Ia bahkan telah menjadi pedagang paling kaya dikecamatan itu. Hanya satu hal yang ia tak mau “matuatn” kekayaannya, yaitu rumah mewah. Tampaknya ia lupa untuk mendirikan rumah baru, karena “nyacahatn” rumah took (ruko) peninggalan Cina. Diruko ini, ia membuka dagang sembako, dagang karet bahkan bermacam-macam kebutuhan lainnya. Pokoknya, hamper semua kebutuhan hidup manusia ada ditokonya.

Didorong oleh keinginan supaya rumahnya “rami” terus, ia membeli seperangkat meja bilyar, permainan ketangkasan yang pada waktu itu baru dikenal oleh kebanyakan orang. Berbondong-bondonglah orang bermain bilyar. 4 bulan, semua sudah bosan. Ia kemudian berinisiatif untuk menjadi Bandar togel, dulu namanya kupon putih (SDSB), sebuah judi milik Departemen Sosial. Kekayaannya bertambah dengan bisnis baru ini. Karena dipandang cukup mampu untuk membiayai partai politik, ia diangkat sebagai pengurus inti sebuah partai politik, diluar partai politik pemerintah waktu itu. Dengan kesibukan barunya ini, ia semakin dikenal oleh masyarakat luas. Namun petaka baginya, partai ini ternyata dimusuhi oleh orang-orang pemerintah, dan tentu saja dirinya. Beberapa tahun kemudian, orang semakin berkurang belanja ditokonya, dan beberapa anak buahnya pindah “toke”. Ia ditinggal sendirian, karena orang takut untuk berhubungan dekat dengan pemain politik yang “dianggap” berlawanan dengan pemerintah. Dengan kondisi ini, ia tak gentar sama sekali. Kemudian ia bermaksud menyadarkan masyarakat, sekaligus mensosialisasikan partainya, ia berkeliling dari satu kampong kekampung lainnya. Dalam perjalanannya, di mendapati banyak sekali orang berjudi “tepo” dan ada beberapa orang Bandar yang juga kaya. Terdorong untuk bersaing dengan sang Bandar tadi, ia memberanikan diri untuk menjadi Bandar juga. Dengan modal ”dikenal” ia kemudian berkeliling kampung, siang dan malam, terutama disetiap pesta yang diadakan masyarakat. Tak lupa pula ia membawa segepok uang tunai sebagai modal awal, yang bagi sebagian besar orang kampung tak biasa. Dalam beberapa kesempatan ia memang berhasil membawa keuntungan besar dari bisnis barunya ini, namun dalam beberapa kesempatan yang lain, ia menderita kekalahan telak. Ia tak putus asa, sebab dunia bisnis memang seperti itu, ada untung dan ada rugi. Terus saja ia menjadi bandar, dan keberuntungan semakin jauh saja. Uang tunai habis, ia mulai menggadaikan bis, truk dan kijang pribadinya sebagai modal awal menjadi bandar. Tetapi, toh, keberuntungan semakin jauh. Ia tak putus asa, ia kemudian menggadaikan seluruh perhiasan emas milik istrinya, sebagai modal awal. Dibeberapa kesempatan, ia selalu kalah. Dan, setahun kemudian, barang-barang ditoko semakin menyusut, langganan pada lari ketauke lain, dan ia tak mampu membeli barang dagangan lagi. Akhirnya ia menjadi ”pok” alias bangkrut. Tersisa hanya rumah toko. Dan beberapa bulan kemudian, rumah toko ini juga dijualnya, tentu untuk modal menjadi bandar judi. Dan selalu kalah. Ia kemudian menjadi seperti sediakala, miskin dan tak punya modal lagi. Atas saran istrinya, mereka kembali kekampung dan mendirikan pondok ditengah ladang disana.
*********



1 komentar:

diriku adanya mengatakan...

Kepribadian yang kompleks bagi orang Dayak, tidak menghanyutkaan eksistensi-nya sebut saja,'Pantang Menyerah' ya itulah karena sikon yang mengharuskan seperti itu, sehingga 'seringkali lupa' dan terjermus di dalamnya...ya itulah manusia pada umumnya...OK Thx&Gbu

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons