BINUA YANG TERGERUS ZAMAN ( 3 ) Visi Pemerintahan Binua

Oleh Yohanes Supriyadi

Adalah Simon Takdir , seorang antropolog yang pertama kali membuat definisi binua. Menurut Simon, dari latar belakang sejarah peradaban orang Dayak Salako ( Kanayatn, pen) yang hidupnya berkelompok-kelompok menyebar untuk mencari wilayah kelola, binua inilah yang diwariskan mereka kepada generasi berikutnya sehingga menjadi wilayah leluhur ( ancestral domain ) yang kepemilikannya secara kolektive. Pada suatu saat, masing-masing kelompok ini pecah menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil yang kemudian menjadi kampung-kampung. Dalam perkembangannya, kampung-kampung ini berdasarkan kesamaan geografis-ekologis dan genealogis mengikat diri dalam satu organisasi yang disebut Binua.

Selanjutnya Kristianus Atok dkk , pernah meneliti keberadaan binua ini selama beberapa tahun. Menurutnya pembentukan suatu Binua diawali dengan pembukaan hutan oleh leluhur yaitu orang pertama beserta keluarganya yang membuka hutan untuk bercocok tanam yang selanjutnya dijadikan tempat tinggal sementara ( Parokng). Mereka berhasil untuk hidup dengan aman dan sejahtera menggunakan lahan yang ada. Hal ini tidak terlepas dari luasnya tanah yang dikelola serta penduduk yang hanya sedikit. Informasi tentang bagaiman hidup keluarga ini kemudian menyebar keseluruh penjuru negeri, dan berbondong-bondonglah keluarga mereka yang sebelumnya hidup ditempat lain kepemukiman mereka. Dan pasti, bertambahlah penduduk diparokng ini. Lama-kelamaan, karena banyaknya anggota komunitas, parokng ini menjadi kampung-kampung. Agar keseimbangan terjaga, mereka mengatur tata hidupnya dengan aturan-aturan yang tumbuh bersama-sama dengan pengalaman hidup sampai kemudian menjadi hukum dan untuk mengawal hukum itu, mereka membentuk pemerintahan dengan segala kelengkapannya. Dalam Penelitiannya, Kristianus Atok kemudian berhasil mengidentifikasikan berbagai unsur sosial-budaya-politik yang tampak dari sistem pemerintahan binua pada zaman itu adalah (1) sumber penghidupan warga adalah tanah yang dimanfaatkan dengan sistem pertanian atau perkebunan ( 2 ) teknologi pertanian, perkebunan umumnya masih rendah. Kekuatan keluarga untuk berproduksi terbatas pada subsistence ( produksi untuk keperluan hidup keluarga sendiri, tidak untuk pasaran ) ( 3 ) tata hidup dan tata hubungan sosial didalam masyarakat berkembang untuk sosial subsistence ( keperluan sosial sendiri ) dengan menggunakan kekuatan pengalaman hidup sendiri. Perkembangan ini menciptakan adat yang didalam beberapa hal menguat menjadi hukum adat dan menjadi landasan pemerintahannya dengan segala perlengkapannya ( 4 ) karena isolasi fisik dan kultural yang dialami dalam waktu panjang, maka sistem sosial masyarakat lebih kuat bersifat kolektif daripada bersifat individualistik. Jadi, dengan demikian definisi binua adalah kumpulan orang-orang yang hidup tersebar dibeberapa pemukiman yang mengakui sejarah asal-usul, adat-istiadat dan hukum adat, pemimpin dan sistem pengelolaan sumber daya alam yang sama. Namun demikian, oleh masyarakat adat yang hadir dalam Lokakarya Masyarakat Adat Antar Daerah Aliran Sungai se-Kabupaten Landak pada tanggal 29-31 Juli 2004 , definisi ini ditambahkan bahwa sejumlah binua memiliki kesamaan yang secara umum bisa dibedakan dengan kumpulan binua-binua lainnya dengan menggunakan ciri-ciri sejarah asal-usul dan bahasa yang digunakan.

Menyadari bahwa UU No 5 tahun 1979 yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan pemerintahan desa tidak lagi sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada pasal 18, yang menyatakan perlunya negara menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa, maka UU No 22 tahun 1999 memandang perlu untuk menegaskan bahwa pengaturan mengenai pemerintahan desa berlandaskan pada keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli dan pemberdayaan masyarakat . Mengacu pada pasal 18 UUD 1945 itu, maka visi pengaturan desa dapat ditafsirkan muncul berkaitan dengan adanya pengakuan dari pendiri negara bahwa dalam kenyataannya, jauh sebelum negara ini terbentuk sudah ada komunitas-komunitas dengan sistem sosial yang asli. Komunitas-komunitas itu dapat disebut sebagai desa, nagari, binua, kampung, gampong dan sebagainya . Implikasi dari pengakuan itu adalah adanya penghormatan pada satuan-satuan sosial asli komunitas-komunitas yang beragam bentuknya. Penghormatan yang bagaimanakah yang dimaksudkan oleh pendiri negara tersebut ? dalam penjelasan Supomo pada rapat BPUPKI tanggal 11 juli 1945 terungkap bahwa penghormatan pada komunitas-komunitas asli tersebut diberikan pada keberadaan susunan aslinya serta perbaikan pada susunan asli tersebut . Implisit dari pernyataan tersebut adalah bahwa penghormatan bukan sekedar menjaga keaslian dari sistem sosial komunitas-komunitas tersebut tetapi juga membuat perubahan agar sistem yang asli tersebut menjadi lebih baik.

Baik tentunya adalah konsep nilai yang sangat subjektif sehingga membuka peluang untuk ditafsirkan beragam. Misi penyeragaman desa yang dibawa oleh UU No 5 tahun 1979 misalnya dari perspektif pemerintah bisa saja dianggap sebagai upaya perbaikan pada komunitas desa. Namun, bagi komunitas desa yang bersangkutan penyeragaman dengan segala implikasinya bisa jadi bukan perbaikan tetapi perusakan tatanan sosial yang sudah mereka kenal turun-temurun . Jika demikian halnya apakah kebaikan tidak layak lagi diperdebatkan karena sifatnya yang sangat subjektif itu ? menurut saya, justru keberadaan UU No 22 tahun 1999 yang merupakan salah satu wahana pengaturan pemerintahan daerah termasuk desa sebagai subsistemnya dan hubungan pemerintah dengan rakyat, membuka kesempatan bagi kita untuk merenungi kembali apa yang esensial dalam menafsirkan pengaturan perundang-undangan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan “ desa “ yang baik.

Disini kembali konsep “ baik ‘ menjadi krusial untuk dibahas. Kita harusnya menyadari bahwa meskipun konsep baik, dapat saja terperangkap pada kepentinga-kepentingan subjektif, dan tentunya patut disadari bahwa masih ada sisi-sisi universal yang dimunculkannya, yakni pemenuhan sesuatu yang menjadi hak asasi manusia. Dengan demikian, segala upaya perbaikan ditanggapi sebagai upaya pemenuhan hak asasi, bukan sekedar proyek untuk memenuhi obsesi dari pihak yang berkuasa. Pemenuhan hak asasi manusia adalah visi penting yang ingin dicapai dengan sistem pemerintahan binua sesuai UU No 22 tahun 1999 dalam wadah negara kesatuan republik indonesia. Visi inipula yang memberikan konteks penafsiran dari landasan pengaturan “ desa “ yang disebutkan dalam UU No 22 tahun 199 sebagai kenakeragaman, partisipasi, otonomi asli dan pemberdayaan. Atas dasar pemenuhan hak asai manusia itu, pada semiloka perencanaan strategis multipihak Kabupaten Landak yang diadakan tanggal 23-26 juni 2004 lalu, pengembalian sistem pemerintahan binua dimaksudkan untuk mencapai visi “ Terwujudnya kehidupan masyarakat Kabupaten Landak yang berdaulat, aman, adil, makmur dan demokratis “ Kedaulatan adalah kenyataan sekaligus peneguhan hak dari komunitas masyarakat adat dari zaman kezaman. Dengan jati diri yang kuat, memberikan legitimasi pada perkembangan sistem sosial yang beranekaragam, sehingga segala upaya penyeragaman adalah pelanggaran hak atas kedaulatan.

Aman adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh umat manusia. Semua orang ingin hidup aman, damai dan bebas dari rasa takut. Aman dan damai dalam hidup berdampingan antar etnis, agama. Tidak ada konflik kekerasan antar etnik dan agama. Bebas dari rasa takut karena serangan perampok, pencurian dan perampasan. Dengan demikian juga aman untuk berusaha meningkatkan kesejahteraan hidup. Adil adalah sikap yang selalu dipertahankan. Menciptakan rasa adil dengan memperlakukan seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi. tidak ada tirani mayoritas atas minoritas. Semua itu tercermin dalam pandangan adil ka talino, yang artinya berlaku adil terhadap sesama manusia. Adat adalah alat perekat menciptakan keadilan. Dengan adat, keseimbangan hidup antara manusia dengan alam, antara manusia dengan pencipta dan antar sesama manusia . Makmur dalam arti kata terpenuhinya kebutuhan dasar sebagai manusia. Semua itu tercermin dengan kecukupan pangan, perumahan yang layak huni, kesehatan terjamin, usaha ekonomi maju sehingga pendapatan meningkat. Dan Demokratis terwujud dalam pola kepemimpinan yang bercorak egaliter. Semua orang mempunyai hak berpendapat dan berserikat. Dengan kondisi ini, diwajibkan bahwa pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dengan musyawarah. Salah satu wujud lain dari demokrasi binua adalah adanya lembaga perwakilan rakyat binua ( Bide Pamane Binua ) yang refresentatif dan berfungsi mengemban amanat rakyat binua untuk mengatur tertib kehidupannya.

Kedaulatan, aman, adil, makmur dan demokratis adalah hal-hal yang telah terengut selama pemberlakuan UU No 5 tahun 1979 . Karena itu diperlukan pemulihan hak pada kelima hal tersebut. Pemberdayaan adalah salah satu upaya untuk pemulihan hak sekaligus pengembangan kehidupan politik, sosial budaya, dan ekonomi komunitas binua. Pemberdayaan yang diartikan sebagai proses pemulihan dan pengembangan hak tersebut dilakukan sendiri oleh komunitas binua. Pemberdayaan merupakan perubahan dalam kehidupan komunitas binua, hanya merekalah yang paling berkompeten mengetahui perubahan apa yang diperlukan dan menetapkan cara untuk perubahan itu. Namun kenyataan menunjukan bahwa perengutan hak asasi komunitas binua selama ini menyebabkan kapasitas untuk memberdayakan dirinya sendiri sedikit demi sedikit terkikis. Semua itu tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah orde baru dengan memaksakan penyeragaman desa diseluruh nusantara .



0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons