BINUA YANG TERGERUS ZAMAN ( 2 ) Sejarah Asal-usul Pemerintahan Binua

Oleh Yohanes Supriyadi

Tidak ada catatan tertulis mengenai sejak kapan pemerintahan binua ada. Namun untuk bahan rujukan, kisah terbentuknya pemerintahan binua dapat kita runut dari mitologi penciptaan hukum adat Dayak Kanayatn yang diceritakan tetua-tetua adat secara turun-temurun. Adalah Karohong dan Dayakng Dinar, sepasang suami istri dari kampung Pakana yang mula-mula menyusun hukum adat khususnya adat perkawinan. Susunan adat ini telah banyak yang menyetujuinya, tapi ada beberapa orang yang menentang. Rombongan penentang ini dipimpin oleh Sule Sampayangan Bakuning Bayar dengan seorang kawannya, Ure Nyabung Bakute Alo. Kedua orang ini sangat menetang susunan hukum adat. Karena tidak ada kata sepakat, terjadi pertempuran sengit antara Sule Sampayangan Bakuning Bayar dan Ure Nyabung Bakute Alo dengan Abang Karohong dan istrinya yang mengakibatkan sepasang suami istri ini tewas. Pertempuran terus berlanjut, pendukung susunan hukum adat selanjutnya dipimpin oleh Udana, seorang yang bergelar Singa. Oleh Singa Udana, kedua orang penentang ini tewas. Dengan kemenangan yang gemilang, Singa Udana telah dapat mempertahankan serta melanjutkan cita-cita berhukum adat, yang telah menertibkan hidup berkeluarga masyarakat.
Ramaga, anak tertua Singa Udana menggantikan bapaknya menjadi pemimpin rakyat. Oleh Ramaga, suatu hari diundang kekampungnya 2 orang Singa disepanjang daerah aliran sungai Karimawatn ( kini sungai mempawah ), yakni Singa Matas yang berkuasa atas tanah binua disebelah kanan mudik sungai karimawatn yang melingkungi daerah Pakana dan seluruh kampung-kampung dipesisir sebelah kanan sungai karimawatn. Matas tinggal dikampung Titi Antu,yangterletak dipinggir sungai mempawah yakni antara binua Ohak dengan Binua Samayak . Matas tinggal bersama istrinya yang bernama Dale Nibukng dengan anak-anaknya Icap, Rawa dan Raga. Kelak anak-anak Matas ini menjadi kepala binua/ Singa juga. Serta Taguh alias Usutn, seorang Singa yang berkuasa disebelah kiri mudik sungai karimawatn. Kedua orang ini sebenarnya adik-beradik. Hukum adat yang dipegang oleh kedua saudara ini menarik perhatian pemerintah Landscaap ( Kolonial Belanda ). Oleh pemerintah, seluruh Tuha Kampokng ( Kepala Kampung ) dan Singa diundang berkumpul dan merumuskan serta menuliskannya. Pertemuan itu diadakan dikampung Sunga’. Kemudian hari untuk mengenang pertemuan itu, nama kampung ini diubah menjadi Karangan .

Untuk melengkapi argumen diatas, mari kita lihat sejarah kerajaan Mempawah sekarang. Sebelum terkenalnya nama kerajaan Mempawah, telah ada jauh kebelakang berdiri sebuah perkampungan besar yang dihuni warga Dayak yang sangat populer dipimpin oleh seorang Panglima yang sangat sakti bernama Gumantar. Beliau bergelar Patih. Pusat perkampungan ( pemerintahan ) Gumantar berkedudukan di dekat pegunungan Sadaniang daerah Sangking sekarang. Perkampungan yang dipimpin oleh Gumantar sangat mewah, ramai dan terkenal hingga diseluruh penjuru negeri. Kemasyuran komunitas ini kemudian merangsang Patih Gajahmada dari Kerajaan Majapahit untuk berkunjung dalam rangka mempersatukan seluruh nusantara. Sebagai tanda persahabatan, Patih Gajahmada memberikan keris Susuhan kepada Gumantar. Keris ini hingga kini masih disimpan oleh rakyat di kampung Pakana . Untuk mengenang Patih Gajahmada, seluruh rakyat di wilayah Sadaniang hingga Pakana kemudian menganugerahi Gumantar dengan gelar Patih. Patih Gumantar mati dikayau oleh suku Biaju kira-kira tahun 1400 . Kira-kira tahun 1610, pemerintahan Patih Gumantar kemudian dilanjutkan oleh seseorang yang tidak mempunyai kaki dan tangan sejak lahir sehingga ia diberi nama Kudung . Karena kesaktiannya ia diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin dan bergelar Panembahan Na’ Bapusat Nang Badarah Putih. Oleh Kudung, pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Pakana. Beliau hidup aman dan sejahtera dengan istrinya yang bernama Putri Berkelim. Setelah Kudung wafat dan dimakamkan disebuah bukit , belakang kampung Pakana sekarang, Sengaok diangkat rakyat menjadi pemimpin selanjutnya. Sengaok kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Pakana ke kampung Singaok, hilir sungai karimawatn . Pemimpin ini suka sekali berpetualang, berlayar dari satu pulau kepulsu lainnya untuk menambah kesaktiannya. Ia juga gemar bermain perempuan. Suatu hari, di Kerajaan Batu Rizal Indragiri Pulau Sumatera ia mendapat seorang gadis cantik bernama Putri Cermin. Dan atas restu kedua orangtuanya gadis itu dipersuntingnya menjadi permaisuri. Namun setelah mendapat istri yang cantik sekalipun, Singaok tetap saja mencari gadis-gadis cantik untuk diperistrinya. Ketika berlayar kehulu sungai karimawatn, rombongan Singaok mendapati seorang perempuan yang dikiranya masih gadis sedang menjemur padi di halaman rumah panjang. Singaok amat tertarik dengan kecantikannya dan bermaksud untuk memperistrinya. Dicarilah akal dan suatu hari dengan rombongan yang cukup besar, perempuan itu diculik untuk dibawa keistana. Warga kampung, pada saat penculikan itu tentu saja tidak dapat berbuat apa-apa karena takut. Beberapa warga berinisiatif untuk melapor kepada suaminya yang sedang bekerja diladang. Suami perempuan itu adalah Bangka’, seorang sakti yang sangat disegani oleh penduduk kampung Titi Antu dan sekitarnya. Mendengar istrinya diculik oleh raja, tentu saja Bangka’ marah luar biasa. Segera saja ia membunuhi rakyat kerajaan Singaok disepanjang aliran sungai serta memerintahkan setiap penduduk laki-laki untuk membunuhi rakyat dari Kerajaan Singaok dengan mengatasnamakan dirinya.

Pada perselisihan berdarah itu ratusan orang warga kerajaan Singaok terbunuh sia-sia, dan puncaknya adalah terusirnya raja Singaok hingga kemuara sungai karimawatn, pesisir pantai laut cina selatan. Akibatnya, kerajaan Singaok hampir saja hilang. Rakyatnya terpencar biar tanpa pemimpin. Rakyat darat kemudian berencana mengangkat Bangka’ untuk menjadi raja, namun Bangka’ menolak. Alasan satu-satunya alasan bagi Bangka’ adalah membalas sakit hatinya atas kesewenang-wenangan raja kepada rakyatnya sendiri. Karena kehilangan pemimpin yang sudah cukup lama, oleh permufakatan rakyat binua darat, diutus tiga orang Singa untuk menemui raja yang mengungsi dimuara sungai agar raja kembali memerintah. Namun tawaran itu dipenuhi raja dengan syarat yakni nyawa seluruh anggota kerajaan harus ditanggung oleh rakyat. Syarat itu dipenuhi utusan penduduk itu dan dikemudian hari mereka diangkat menjadi Timanggong , yang artinya menanggung jiwa raja. Dalam arti kamusnya, Timanggong adalah penanggung jawab .

Itulah sebabnya, hingga kini gelar bagi pemimpin rakyat dibinua bergelar timanggong. Dari cerita diatas, dapat diperhatikan bahwa paling tidak ada 3 gelar pemimpin rakyat yang terkenal masa lalu, yakni Singa, Patih dan Timanggong . Gelar pemimpin ini sangat dikenal oleh masyarakat yang hidup didaerah aliran sungai mempawah ( Karimawatn Sakayu’ ). Patut dicatat bahwa gelar ini pada setiap daerah aliran sungai sangat bervariasi namanya. Di daerah Menyuke misalnya pemimpin rakyat ini bergelar Ria . Penamaan ini terkait erat dengan cerita asal-muasal suku ini. Tahun 1370 , Tarik Masehi, dikampung Jarikng Kec. Menyuke sekarang, terkisahlah 2 orang pemimpin rakyat bernama Kaleder bersama istrinya yang bernama Anteber. Tujuh tahun menikah, mereka melahirkan seorang anak laki-laki yang mereka namai Ria Jambi. Setelah dewasa, Ria Jambi menikah dengan seorang perempuan muda dari gunung Bawang ( Kab. Bengkayang sekarang ) bernama Ngatapm Barangan . Mereka dikaruniai lima orang anak yang bernama Ria Kanu, Ria Tano, Ria Rinding, Ria Tanding dan Ria Jane. Suatu ketika Ngatapm Barangan pulang ke kampung halamannya dan menikah lagi dengan seorang pemuda sakti bernama Bujakng Nyangko dari bukit Samabue ( Kec. Menjalin sekarang ). Dari pernikahan Bujakng Nyangko dengan Ngatapm Barangan lahirlah seorang putra yang bernama Ria Sinir. Suatu ketika, oleh ibunya Ria Sinir disuruh mencari burung rangok ( enggang ) untuk dijadikan sebagai salah satu syarat untuk bersunat.

Dalam perjalannya Ria Sinir tersesat dihutan hingga masuk kesebuah perkampungan bernama Jarikng dan mendapati anak-anak seusianya sedang bermain gasing. Tanpa malu dan takut, Ria Sinir ikut serta bermain gasing. Ia berani memangka gasing yang sedang dimainkan anak-anak itu. Suatu ketika, gasing yang dipangka Ria Sinir terpelanting dan memecahkan tempayan milik Ria Jambi. Karena takut dimarahi, Ria Sinir menghilangkan diri. keesokan harinya ia datang lagi dan kembali bermain gasing. Tanpa diketahui Ria Sinir, rupanya Ria Jambi memperhatikan permainan itu dan meminta Ria Sinir untuk naik kerumahnya. “ darimana engkau datang ? tanya Ria Jambi. Anak itu menjawab “ saya datang dari gunung bawang. Ibuku bernama Ngatapm Barangan dan ayahku Bujakng Nyangko “. Kedua orang ini sangat dikenal oleh Ria Jambi dan segera memutuskan dalam hatinya bahwa anak ini ternyata anakku juga yang telah lama tidak dilihat lagi. Oleh Ria Jambi, Ria Sinir kemudian diangkat menjadi anaknya. Setelah dewasa, Ria Sinir menikah dengan seorang putri dari kampung Selimpat bernama Dara Itapm . Mereka dikaruniai anak kembar bernama Lutih dan Kari. Kedua anak inilah kelak menjadi pemimpin didua wilayah pemerintahan, pemerintahan darat atau hulu yang dipimpin oleh Lutih dan pemerintahan laut atau pesisir oleh Kari.

Berangkat dari cerita-cerita rakyat diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa ribuan tahun silam, telah ada pemerintahan binua. Jauh sebelum pemerintahan penjajah Belanda dan kerajaan-kerajaan melayu. Cerita penyusunan hukum adat dan adat –istiadat zaman Ne’ Matas dan Taguh Pak Usutn dan pemerintah landscaap ( Kolonial Belanda ) berhasil mengumpulkan tetua-tetua adat serta Singa-Singa Binua dan Timanggong Binua dikampung Sunga’ ( Karangan ) untuk menyusun hukum adat menjadi bukti bahwa pemerintah kolonial tidak mencampuri urusan pemerintahan lokal beserta hukum-hukumnya. Oleh karena itu, Timanggong/Singa/Patih atau nama lain sebagai pemimpin rakyat sangat dihormati oleh seluruh lapisan masyarakat maupun pemerintahan penjajah.

Timanggong memegang peranan yang sangat penting untuk mengurusi segala urusan yang berkenaan dengan rakyat baik urusan keatas maupun kebawah. Timanggong dipilih oleh rakyat dari beberapa kampung dalam lingkungan ketimanggongannya. Jika seorang tamu, baik tamu orang biasa ataupun tamu bertugas dalam pemerintahan dan tak melalui timanggong, kemungkinan besar tamu yang bersangkuta tak ada perhatian dari masyarakat. Dan apabila kita mendatangai satu daerah dan terus menghubungi timanggong, pasti segala urusan kita, apa saja urusan itu akan dilayani dengan sepuasnya.

Selain urusan keperluan kita beres, terjamin pula kebutuhan makanan, tempat nginap terlebih soal keamanan . Perlu diingat bahwa Timanggong mempunyai jabatan rangkap, sebagai kepala adat, kepala dari beberapa kepala kampung/Tuha Kampokng, kepala agama , kepala dukun, kepala hukum dan apa saja yang ada sangkut paut dengan rakyatnya. Timanggong menjadi penanggung jawab dalam segala urusan dalam seluruh kampung-kampung yang ada diwilayah ketimanggongannya.

Rakyat pada umumnya sangat patuh dan taat kepadanya dalam segala keputusannya . Semua Tuha Kampokng dalam wilayah ketimanggongnnya selalu meminta petunjuk dan cara apa saja dari timanggong. Timanggong adalah seorang cakap, gagah berani, snaggup menghadapi segala tantangan apa saja, disegani rakyatnya, rajin, berkelbihan harta benda dan benar-benar berwibawa. Kelayakan kepemimpinan yang demikian biasanaya diturunkan kepada anak cucunya yang kelak meneruskan jabatan dalam pemerintahan binua .

Ada pula dewan yang terdiri dari orang-orang tua kampung dan binua yang dianggap ahli dalam adat dan hukum. dibeberapa binua, dewan ini disebut Bide Binua. Bide merupakan penasehat yang mendampingi timanggong dalam soal-soal adat dan hukum. dalam menjalankan pemerintahannya, timanggong dibantu oleh Pangalangok Binua , yakni seorang pemberani dan sakti yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Pangalangok juga diserahi tugas untuk menjaga tempat-tempat pemujaan/ situs yang dipercaya sebagai tempat tinggal roh-roh nenek moyang . Ditempat ini masyarakat meminta bantuan keamanan bila dalam keadaan bahaya dengan perantara pangalangok binua, bide binua dan timanggong adalah pemimpin masyarakat dibeberapa kampung. Melalui ketiga lembaga inilah keamanan seluruh kampung, hak pengelolaan sumber daya hutan milik binua dijaga .

Ditingkat kampung, warga kampung mengangkat seorang Tuha Kampokng ( Kepala Kampung ) sebagai pemimpinnya. Tuha kampokng berkewajiban untuk bekerjasama yang harmonis dengan timanggong sebagai penanggung jawab seluruh kampung-kampung. Dalam menjalankan pemerintahannya, kepala kampung dibantu oleh beberapa orang ahli adat dan hukum, yakni Pasirah dan Pangaraga, yang bertugas melaksanakan dan mengayomi hukum, tuha tahutn yang bertugas melaksanakan adat-adat pertanian dan mengkoordinir kegiatan tuha-tuha aleatn ( ketua kelompok tani ) dalam pekerjaan tani .



0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons