La Politica (6): Politik "Laptop"


Hari itu, 14 Maret, tepat 100 hari kepemimpinan tertinggi provinsi, hasil pemilihan langsung oleh rakyat pada tanggal 15 Nopember 2007 lalu. Sejak jam 08.00, tamu datang silih berganti dirumah mungil itu. Ia bahkan tak sempat untuk masuk kantor. Banyaknya tamu, menyebabkan jam 14.00, ia baru makan siang. Bersamanya ada 2 lelaki muda yang sudah lama ia kenal, Lanak dan Vara. Asyik makan, tiba-tiba Hand Phone Lanak berdering,
”bang, ada Gagas disitu ?”
“ada”
“boleh saya bicara dengannya sebentar ?”
“boleh, kami sedang makan”
Lanak melirik sahabat disebelahnya. Gagas mengangguk tanda setuju. Dengan tangan kiri, ia menempelkan Hand phone merk Nokia 6100 itu ditelinganya.
“maaf, ini siapa ya”
“ohh…saya Roly, anak Pak Alis”
“oo, kamu Rol. Ada apa, tumben nelpon aku ?”
Di hand phone, terdengar sayup suara orang berbincang. Mungkin orang sedang ramai disekitar Roly ketika itu. Vara melirik kearahnya, Gagas mengernyitkan dahinya. Ia tampak heran. Maklum, sejak kenal Roly 8 tahun lalu, baru hari ini dia ditelpon oleh Roly. Roly adalah anak tertua Pak Alis. Ia telah menjadi dokter, lulusan Atmajaya Jakarta. Ia sudah tunangan, orang Solo, dokter, satu kampus dengannya. Roly dan tunangannya telah berstatus CPNS. Hasil dari pendaftaran keduanya dalam penerimaan CPNS di Kabupaten Landak 2007 lalu.
“gini om, Roly sebentar lagi akan menikah. Sekarang teman-teman lagi sibuk mengurus surat undangan. Jadi, kalau bisa, kami memerlukan tambahan laptop, itu lho, yang ada dengan om”
Gagas diam sejenak. Ia baru sadar inti pembicaraan. Kernyit dahinya kian jelas. Makanan dari mulutnya terlihat tak mampu ditelan. Ia tergagap.
“oo…ke deh…besok aku antar ya..”
“aduh om, kalo bisa sore ini”
“beberapa data aku masih…….”
“malam ini yach,…aku tunggu”
“okelah”
HP dilepaskan dari telinganya dan diserahkan kembali ke Lanak. Sedetik Lanak mencoba bicara, tapi HP langsung mati.

Tiga sahabat ini meneruskan makan. Gagas terlihat lain dari biasanya. Ia tersenyum kecut ketika Vara menanyakan apa sebenarnya yang terjadi. Lanak hanya tertawa kecil.
“aku tahu isi pembicaraan kamu tadi”
“oya..???”
“tapi sudahlah, mungkin nasib kita tidak beruntung. Saya pulang dulu ya, …nanti malam ketemu di warkop WH”
“oke”
“hati-hati dijalan”
Tiga sahabat itu menuju pintu keluar. Lanak menstarter motor buata Koreanya. Vara kembali masuk, duduk dikursi tamu dan membuka laptop Axioonya yang mungil. Ia banyak diam. Tangannya menari-nari dituts laptop berwarna hitam itu. Gagas juga mulai sibuk. Ia mengotak-atik laptop yang sudah enam bulan menjadi temannya. Beberapa kali ia membongkar tas dilemari kerjanya dan mengambil sesuatu didalamnya.
“sedang apa bang”
“wah…aku sedang memindahkan data-dataku dilaptop ini, sore ini kau kembalikan ya…”
“ada apa bang sebenarnya”
“biasa aja tuh…kan laptop ini statusnya hanya hak pakai, hak milik tetap ada pada Pak Alis”
Sekali lagi Vara terdiam. Ia mulai mengerti isi pembicaraan lewat HP tadi. Ia bangun dari tempat duduk. Ia menatap tajam. Merasa dilihat seperti itu, Gagas hanya diam. Sesekali ia berhenti dan menyulut rokok dimulutnya.
“mungkin biar kamu jelas, begini deh ceritanya”
Gagas bergegas pindah. Ia duduk berhadapan dengan Vara. Ia ingin sahabatnya ini mendengar jelas. Ia mengambil sebatang rokok dan menyulutnya dengan api. Ia menghisap dalam dan mengeluarkan seluruh asap. Asap membumbung tinggi, diruang kecil itu.
++++++++++++

Pagi itu, aku bersepeda motor. Menuju Asrama Pangsuma. Ada undangan rapat antar wakil mahasiswa dayak yang tinggal diasrama se-kota Pontianak. Di depan RS Antonius, HPku tiba-tiba berdering. Aku berhenti dan mengangkat HP.
“hallo bos, saya Kelam”
“o..kamu Lam, ada apa jo”
“kalo ada waktu kita ketemu dirumah Pak Alis, sekarang !!”
“waduh, sori jo…aku mau rapat ni”
“sebentar jak..kita ketemu disana ya”
Klik. HP dimatikan. Aku penasaran. Kelam adalah temanku asal Sintang, sudah kukenal sejak tahun 1997 lalu. Kelam pernah kugembleng keras sebagai mahasiswa baru dalam suatu kegiatan kepemimpinan mahasiswa katolik. Setelah menerima telpon itu, tanpa sadar, aku telah melewati tempat rapat. Beragam pikiranku bercampur aduk, maklum saat itu situasi politik kota sangat panas. Dikampung-kampung, menurut informasi yang pernah kuterima dari para tim sukses, warga mulai menyiapkan diri untuk mengantisipasi terjadinya suatu gejolak fisik. Lima belas menit kemudian, aku sudah tiba di rumah Pak Alis. Rumahnya sangat besar dan mewah. Maklum ia pejabat tinggi disuatu daerah.
“selamat pagi semuanya”
“pagi”
“silahkan duduk”
Aku langsung duduk dikursi sofa warna coklat yang terasa empuk. Beberapa saat mataku menyapu seisi ruangan tamu yang besar ini. Tak jauh dari aku duduk, Kelam bicara kecil dengan beberapa temannya. Ia sudah hamper setengah jam lalu dirumah ini. Dideretan sofa tempat Kelam duduk, tampak beberapa orang yang sudah kukenal sebelumnya. Ada yang Reserse, guru, dll. Didepanku beberapa kotak sudah ditumpuk. Pak Alis, yang menyambutku ramah, pagi itu sedang menerima beberapa orang tamu. Kelihatannya kategori “orang biasa”. Pak Alis hanya pakai celana pendek dan baju kaos oblong, warna krem. Ia sedang merokok.
“itu laptop, yang kau pesan dulu. Saya belinya di Jakarta”
“oooo….”
Aku beberapa bulan lalu memang sempat kirim pesan melalui SMS kepada Pak Alis, untuk mendukung kinerjaku, aku memerlukan sebuah laptop khusus. Aku tak suka didalam satu buah laptop, banyak folder data yang berbeda tujuan. Menurutku, ini penting untuk menjaga kerahasiaan suatu data, apalagi data-data politik.
“gunakan “benda” ini untuk merancang, menulis, dll untuk keperluan kita. Siapkan materi presentasi saya untuk tampil di DPRD dalam penyampaian visi, misi dan program, 29 Oktober nanti serta debat public dipenutupan kampanye nanti!!!”
“ok pak, terima kasih”
Aku menggangguk, karena tahu untuk apa laptop ini digunakan. Aku memang sudah lama mengenalnya, seingatku sejak tahun 1998 lalu. Waktu itu aku masih mahasiswa, dan aktiv dalam pergerakan. Pak Alis memang pria beruntung, karier politiknya melesat cepat. Anaknya hanya dua orang, semua perempuan. Pak Alis, merupakan salah satu dari empat kandidat calon gubernur. Beberapa teman mengatakan, ia berpeluang besar menang dalam pertarungan.

Aku bergegas memeriksa isi kotak. Mengeluarkan laptop didalamnya. Kelam juga memeriksa kotak yang lain.
“ini punya saya, itu punya kamu”
“okelah”
Aku mengambil dua kotak sekaligus. Kotak itu warna hijau, lesnya berwarna putih dan sedikit hitam. Kotak itu masih tersandar disudut sofa tamu. Satu kotak berisi laptop dan satu kotak lainnya berisi infocus. Aku mengeluarkan seisi kotak dan mencoba memeriksa. Setelah memastikan lengkap, aku memasukannya kembali didalam kotak. Setelah minum kopi ang disuguhkan, aku mohon pamit kepada Pak Alis, dan membawa 2 kotak hijau yang berisi Laptop dan Infocus. Aku membawanya dengan sepeda motor dan langsung menuju rumah.

Satu hari setelah “pembagian” laptop oleh Pak Alis, dari Kelam, dan teman lainnya, aku mendengar beragam reaksi dari yang lain, utamanya mereka yang bekerja di secretariat, dimana Pak Alis ngantor. Banyak kata-kata pedas yang muncul, umumnya kecewa dan sakit hati.

“enak saja dia, kami sudah lama bekerja dengan Pak Alis, nggak pernah diberi laptop”
“laptop itu seharusnya diberi kepada kami disekretariat”
“ini tidak adil, untuk apa laptop itu dengan dia ?”
“dia menjadi anak emas, kami menjadi anak tiri”
“makan tuh laptop, nanti dia akan rasakan sendiri”

Belakangan aku mendengar, untuk meredam “anak buah” yang lagi panas, Pak Alis berinisiatif untuk membeli lagi beberapa buah laptop baru. Merknya, warna, dan kualitasnya bahkan sama. Semua yang bereaksi menjadi diam setelahnya.

Ra, …kamu juga perlu tahu. Sebelumnya, aku sudah punya laptop. Malah ada 4 buah !. Dua buah Axioo M Celeron, satu buah merk Axioo Centrino Core Duo, yang satunya merk Acer type Aspire 5570. Laptop-laptop ini untuk keperluan yang berbeda, dua untuk trading forex online, satu buah untuk keperluan “politik” salah satu kandidat Walikota Singkawang. Sedangkan laptop yang satunya lagi untuk urusan kantor. Trading forex online, adalah bisnis pertukaran mata uang dunia. pusatnya di New York, USA. Bisnis ini merupakan bisnis iovasi dari perdagangan yang dilakukan perusahaan Money Changer. Cara kerjanya secara online, internet !. bisnis ini cukup menggiurkan dari segi keuntungan, namun juga beresiko sangat tinggi. Aku mencoba bisnis ini sejak Mei 2007, belajar selama 4 hari penuh dari dua orang ahli forex asal Malaysia. Sejak bulan Nopember 2006 lalu, aku telah diangkat seorang kandidat Walikota Singkawang untuk menjadi tim ahli strategi ditim kampanyenya. Tugasku merancang strategi pemenangan, termasuk propaganda dan media center. Selain itu, aku juga mendapatkan satu buah laptop dari kantor, inventaris. Dikantor, aku menangani sebuah program.

Laptop Acer “pemberian” Pak Alis ini, aku gunakan sepenuhnya untuk mengerjakan keperluan “politik” dia. Maklum saja, aku, diangkat dan di SK-kan sebagai tim kampanye propinsi, dengan SK No 159/KPTS/DPD-61/IX/2007 tertanggal 18 September 2007. Penandatangan SK ini adalah Pak Alis. Di SK itu, aku bertugas sebagai Kepala Biro Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi Tim Kampanye Propinsi. Dibiro ini, aku ditugaskan khusus untuk; menyusun Visi, Misi, Program, Strategi Pemenangan, Propaganda, materi-materi pembekalan tim kampanye, hingga melakukan monitoring dan mengevaluasi tim kampanye dilapangan. Bersama teman-teman yang berjuang untuk calon yang sama, aku beberapa kali mengorganisir pertemuan kelompok cendekiawan untuk menyusun visi, misi, dan program strategis Pak Alis. Menurut KPUD, dokumen ini menjadi syarat, dan akan menentukan arah pembangunan daerah 5 tahun kedepan, khususnya bilamana ia menang dalam pertarungan nanti.
+++++++

Vara sekali lagi terdiam. Tangannya terhenti memainkan mouse dilaptopnya. Ia menghisap dalam sebatang rokoknya yang hamper habis, mungkin sekitar satu centimeter lagi panjangnya. Asapnya dihembuskan keatas, mengepul kental. Ruangan sesak. Matanya menatap Gagas, nanar !. Gagas berdiri dan menuju kotak kecil untuk menghidupkan kontak kipas angin.
“aduh…kenapa seperti ini jadinya ya…”
“nggak apa-apa Ra, kan sudah saya bilang, laptop ini hanya hak pakai saya dan hak milik tetap pada Pak Alis”
“tapi kan, mungkin saja Pak Alis tidak tahu tentang hal ini…”
“itu jangan dipersoalkan, kan juga untuk kepentingan beliau”
Seketika Vara berdiri. Telunjuk kanannya mengeras dan menunjuk muka Gagas. Yang ditunjuk tampak tenang.
“aku belum terima soal ini bang”
“aku sudah bilang, nggak apa-apa Ra…., tugasku mungkin sudah dianggap selesai. Gubernur sudah dilantik 14 Januari lalu kan ?”
“saya tetap tidak terima bang. Kalo yang memberi bapaknya, masak anaknya yang minta. Harusnya abang kembalikan melalui bapaknya atau bapaknya yang menelpon abang”
“kamu boleh tidak terima, tetapi apa kita mau buat ?”
Dengan empat jari tangan, Gagas memberi isyarat. Vara duduk, mulutnya bergetar. Tangan kirinya mematikan laptop. Klik !!! ia beringsut dan mengambil tas. Vara menuju sacral listrik dan mencabut batteri laptopnya yang beberapa lama terpasang.
“ok gini aja Ra, sampaikan maaf saya kepada Roly, sore ini saya tak sempat datang kerumahnya dan antar sendiri laptop ini. Jadi, saya titip dengan kamu ya…”
“okelah bang kalo gitu…”
Vara mulai bicara lirih, ia mungkin saja telah maklum situasi yang dialami sahabatnya. Mungkin ia juga sudah tahu, ada banyak sahabatnya yang lain mengalami peristiwa yang sama. Mungkin ia juga mafhum, tim sukses hanya mampu membuat orang sukses, tapi setelah sukses lupa kepada tim suksesnya.
“yang menang saja begini bang, apalagi yang kalah ya..?”
“itulah politik, tak ada teman abadi. Tak ada musuh abadi. Tapi inipun, tergantung karakter dan kepribadian orang yang berpolitik. kadang mereka ada juga yang bagus”
“saya mulai nggak percaya dengan ….”
“sssstt…jangan lanjutkan. Sekarang, kita dengar lantunan lagu berikut ini”
Gagas mengambil tape recorder diatas meja kerjanya, sebuah kaset dimasukan.sekali lagi ia menyulut sebatang rokok. Vara juga mengambil sebatang dan menyulutnya.
“……..siang malam engkau ku tinggal pergi…”
“Ku tahu kau tersiksa karena diriku”
“Demi kau dan sibuah hati,.”
“ Terpaksa aku harus begini….”
Vara tertawa ringan, ia ingat lagu “wajib” ini. Gagas menyerahkan tas berisi laptop, …ia terus membawanya…kembali ke-tuan pemilik, sang revolusioner !!!.





0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons