Pergerakan Indonesia dimasa transisi politik


Catatan perjalanan
Mengikuti Rapat Konsolidasi Nasional Pergerakan Indonesia Depok Jawa Barat, 19-20 Maret 2008
oleh Yohanes Supriyadi

Hari masih pagi, jalanan dipenuhi embun “air” dan “asap”, tandanya jaket depan dada saya penuh embun putih dan mata perih. Wah..musim asap sudah hamper tiba. Dengan sepeda motor, saya melaju, menuju Supadio, Bandara terbesar di Kalbar, 30 menitan dari dalam kota.
Di bandara, saya berjumpa dengan Kebing,
Sekretaris DPD PDIP Kalbar dengan beberapa temannya. Hanya sempat omong kecil saja, ia terlihat sibuk bicara dengan beberapa kolega berjas rapi, berdasi. Baru menyulut sebatang rokok, didepan saya muncul wajah yang tak asing lagi di Kalbar, dia adalah M. Zeet Asovie, Kepala Bakomapin. Saya menjulurkan tangan, Ketua NU Kalbar ini senyum dan menyambut ramah. Cukup banyak yang menjadi bahan omongan, beberapa diantaranya soal politik, ekonomi dan pendidikan. “sebenarnya, cukup kita fasilitasi aja Pondok Pesantren dan sekolah Kristen, maju kita” ujarnya. Ia tertawa, saya tertawa. Belum tahu, apakah ini sekedar guyonan saja atau serius, yang jelas kopi dihidangkan dan rokok terus disulut.
Dari mulutnya, saya mendengar, hari itu, puluhan pendukung pembentukan Propinsi Kapuas Raya akan menghadap Komisi II DPR RI di Senayan. Dari Ketua DPRD kabupaten, Bupati/Wakil Bupati dari 5 Kabupaten, hingga Komisi A DPRD Propinsi Kalbar. Agenda mereka hanya sat;”Propinsi Kapuas Raya harus masuk dalam Agenda Pembahasan DPR RI masa sidang 2008 melalui Hak Inisiatif DPR RI”. Targetnya, 2009 Kapuas Raya menjadi propinsi, hasil pemekaran Propinsi Kalimantan Barat. Terlepas dari pro dan kontra ditingkat elit politik Kalbar, perjuangan mereka terus lanjut. Saya juga bertemu seorang “berdasi”, asal Sintang. Ia sangat setuju dengan pembentukan propinsi ini, “ini janji politik calon gubernur, yang sekarang sudah dilantik sebagai gubernur Kalbar” ujarnya. Ia dulunya tim kampanye tingkat kabupaten, berkeliling dengan anggota timnya diseluruh kecamatan untuk berkampanye. “hanya beliaulah yang sanggup dan berani untuk menggolkan perjuangan kita untuk membentuk propinsi sendiri”, demikian inti kampanyenya. Rakyat manggut-manggut, tanda setuju. Dan memang, dihari pemilihan, rakyat mendukung penuh dalam bilik TPS. Ia menolak memberikan namanya kepada saya, “nanti saya dimusuhi”, katanya. Ia hanya tersenyum kecil dan bergegas pergi menuju toilet bandara.
Hanya 30 menit menunggu cek in, petugas member tahu lewat pengeras suara, pesawat Batavia urusan Jakarta sudah akan berangkat. “ayo kita sama-sama” ajak pak M Zeet. Saya senyum dan memang, didalam pesawat nomor bangku dekat dengan beliau yang berkulit putih ini,
”mirip arab dia” kata teman disebelahku.
“ya, tampaknya masih keturunan arab”
Pesawat meluncur, tidak banyak penumpang yang bisa tidur didalamnya. Cuaca sedang tidak bersahabat. Beberapa kali saya harus masuk toilet, untuk “pipis”. Beberapa teman merafal mantra, doa, dll. Saya hanya bingung harus buat apa, untuk berdoa, sudahlah….Dia pasti maha tahu kekhawatiran saya, terus terang saya belum siap mati muda !!
***

Tepat jam 10.12, pesawat mendarat dibandara Soekarno Hatta. Pak M Zeet berpamitan, ia dan rombongan menuju Hotel JW Marriot, kawasan Kuningan. “kalau ada waktu, nanti malam susul kami di Marriot yach.., kita diskusi” ujarnya seraya menuju Sedan yang sudah menunggu, kayaknya sedan khusus. Saya dan Pak Sur, Ketua Umum PI Kalbar, berjalan kaki menuju halte Bis Damri. Beberapa bis telah lewat, Bis jurusan Pasar Minggu belum juga “parker”.

“hallo, selamat siang pak, sudah dimana ?, kami menunggu diterminal bis Pasar Minggu”
“siang, saya sudah menunggu bis nih”
“kami hanya nunggu sampe jam 11.00 pak, kalau sudah lewat, nani bapak naik tax aja ke wisma, ntar kami ganti ongkosnya”
“oke deh, thanks”
Klik. Hp ditutup. Bis yang ditunggu belum juga nongol batang hidungnya. Pak Sur sudah gelisah, ia terus mondar mandir, mirip semut yang kesulitan menyeberangi sungai, soalnya gulanya diseberang sana.

Sudah delapan bis yang antri, bis kesembilan, jurusan Pasar Minggu terlihat jelas ditulisan depannya. Saya naik, dan mengambil posisi dibangku belakang sopir. Disamping sopir, tertulis “Rp. 15.000/orang. harap bayar uang pas”.
Saya tersentak, soalnya nggak ada duit pas, hanya ada Rp. 20.000 disaku. Pak Sur senyum-senyum masam, dia juga tak ada uang pas. Wah…

Perut sudah keroncongan, mungkin cacing didalam sana sudha bergulat, bergumul dan menyedot-nyedot apa saja yang masih tersisa. Syukurlah, hanya sekitar setengah jam, cacing ini beraksi. Bis berhenti di terminal Pasar Minggu, Jaksel.
“gimana kalo kita makan dulu pak”
“aduh, nanti terlambat nih, jam segini sedang macet jalanan”
“tapi pak, cacing dalam perutku juga mogok. Aku takut, kalo mereka ini mogok beneran”
Pak Sur tersenyum, ia tertawa. Saya maklum saya, ia orang yang paling anti dengan “terlambat”, walau beberapa kali saya juga menemukan dia sering dating terlambat. Tapi ini Jakarta bung…
“ya.okelah”
Saya mengalah saja, daripada nunggu sendiri. Pak Sur sudah merapat kesebuah taxi.
“Wisma Makara UI Depok”
“iya pak”
Sopir hanya tersenyum, mungkin kami penumpang pertamanya hari ini. Mungkin….
****

Hanya sekitar satu jam di taxi, saya sudah tiba di Wisma Makara. Didepan wisma sudah ada banner “selamat datang peserta Rakornas PI se-Indonesia”. Wah hebat benar, pikirku. Dua orang panitia, termasuk bapak Alin “Silai” Lubis, ketua panitia menyambut ramah.
“bapak yohanes ya.”
“iya, anda Alin Lubis ?”
“iya pak, senang ketemu langsung. Selama ini hanya lewat email”
“ya..ya..”
Saya masuk dan mengambil kunci kamar, 441. Aduh, kena lantai 4, capek deh….
Ruang pertemuan dilantai 2 dan ruang makan dilantai 1. Kombinasi lantai untuk sebuah acara yang melelahkan..pikirku. Untunglah ada lift.
***
Wendi, petugas wisma mengatakan, wisma ini merupakan salah satu dari puluhan usaha/bisnis fund raisingnya UI, dibangun dan diresmikan pada tahun 2002 lalu. Dibelakang dan disebelah kiri wisma, terdapat ribuan kamar asrama mahasiswa UI yang berasal dari luar Jakarta. Asrama ini juga bagian dari fund raising UI. Cukup lengkap dikawasan asrama ini, dari toko pakaian, toko buku, mini market, warung-warung kopi, makanan, dan lain-lain. Mirip komplek perdagangan. Yang hebat, diwarung-warung kopi komplek asrama ini, ada hotspot, tampak dari jauh puluhan mahasiswa sedang online internet.
***
Pak Sur memutuskan untuk tidak dulu masuk kamar, perutnya juga lapar. Saya langsung menuju bar/café, yang disediakan khusus untuktempat makan peserta PI.
“selamat siang semua”
“siang”
“wah..sudah datang pak, gimana kabar gubernur Kalbar ?”
“baik-baik”
Pak Sur tersenyum, saya hanya masam-masam, soalnya beberapa bulan ini saya sudah belum kontak lagi pak Gubernur, yang terkenal di teman-teman PI se-Indonesia, maklum PI Kalbar dulunya sebagai “strategitor politik” beliau sejak di Pilkada Landak 2006 lalu. Malah PI Kalbar, menggandeng sebuah lembaga Riset dan Konsultan Politik terkenal, IRSA, pimpinan Faisal H Basri untuk “membranding personality” sang calon bupati dan wakilnya secara intensif selama 4 hari penuh, disalah satu hotel di tengah kota Pontianak. “branding ini penting untuk membangun image, citra personal yang positif”, ujar Kang Dedi, salah satu tutor waktu itu.

Diruangan yang luas ini, terlihat sedang menyantap hidangan utusan-utusan PI dari beberapa propinsi, yang sebelumnya saya kenal, yakni Jateng, NTB, Sumut, Bali, Kaltim, Banten, Jabar, Jogja, Jakarta, Jatim, Sumsel. Puluhan anggota PI Depok juga hadir, untuk meramaikan acara pembukaan. Waktu makan, saya semeja dengan bp Azwar, pengurus nasional dan ibu Ade Indira Damayanti Soegondo, mantan anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan. Cukup banyak cerita politik dari kedua tokoh ini, yang menarik bagi saya.
“dulu, saya ikut PDIP karena idealis, berjuang untuk kaum tertindas, tapi setelah berkuasa….lupa daratan”
“saya juga dulunya aktivis PDIP, tapi mundur tahun 2003, banyak persoalan ditubuhnya dari yang kurapan, panuan, kudisan, dll….”
Mereka tertawa, mereka tahu soalnya, kalo saya aktivis PDIP dikalbar. Mungkin sedang menyindir saya…
“yah..hitung-hitung untuk belajar politik, nggak apa-apa kan ?”
“benar tuh, kamu harus belajar banyak. Kamu masih muda”
Saya tersenyum senang, menang kali ini pikir saya…
Ting…ting…ting…ting. “waktu pembukaan acara bapak-ibu, acaranya di lantai dua”
“oke, yok kita naik”
“oke”
“iya”
Saya dan bu Soegondo naik lift, bersama kami 6 orang aktivis PI dari Banten,dan Jatim.
Masuk ruangan besar ini, saya sedikit merasakan suasana yang berbeda. ACnya lebih sejuk, seluruh orang serius dan banyak yang berseragam hitam-hitam. Didadanya terpampang jelas gambar “Che Guevara”, revolusi sampe mati !!. wah….serem juga kata-kata itu.
***


Pembukaan acara digelar secara seremonial, dari menyanyikan lagu Indonesia raya, lagu mars PI dan lagu hymne PI. Semua peserta serius dan berdiri tegap, semangat tinggi, berapi-api, dll.
Selesai lagu-lagu wajib itu, Bung Faisal H Basri, maju di podium, menyampaikan pidato politik dan membuka resmi kegiatan.
“mau dikemanakan bangsa ini, kalo pemimpin nasional sibuk urus bisnis, partai dan DPR….”
“Ketimpangan dalam pendidikan, merupakan contoh nyata mengenai tidak disatukannya pendekatan ekonomi dengan politik dalam penyusunan kebijakan public”.
“Ekonomi pada akhirnya berurusan tentang pencapaian kemakmuran. Politik pada intinya bersoal tentang keadilan. Tugas negara adalah mempertautkan keduanya.”
Faisal juga mengungkapkan mengenai salah satu tugas pokok seorang pemimpin, “Menarik mereka yang di pinggir ke tengah, menguatkan mereka yang lemah.”
Tepuk tangan membahana ruangan,
“Hidup Faisal”
“Hiduuuuuup”
“Faisal For President”
“Yessssss !”
Suara bersahut-sahutan. Tak ada yang diam, semua bergerak, semua berdiri. Peristiwa heroic ikir saya.
****
Tak lama setelah pembukaan, dimeja depan yang rapi, sudah ada 4 narasumber yang akan mengisi panel “Memformat Pemimpin Nasional Masa Depan”, diantaranya Yudi Latief, Direktur Eksekutif Indonesian Politic Reform, Bondan Gunawan, mantan Kepala Sekretariat Kepresidenan era Gusdur, Ade Indira Damayanti Soegondo, mantan anggota DPR-RI dari PDIP, Sukardi Rinakit, Direktur Soegeng Sardjadi Syndicate (SSS). Panel dimoderatori oleh Azwar Zulkarnaen, pengurus nasional PI.
“Politik Indonesia menjelang pemilu 2009 semakin tidak jelas. Kekuatan ekstra parlementer tidak jalan”
“Indonesia dikelola saudagar. Kroninya membuat rakyat menderita (kasus Lapindo, Aburizal Bakrie)”
“Dari 7 calon presiden yang sudah muncul, persentase kepercayaan rakyat turun. Perlu ada capres alternative dari kaum muda”
“Gerakan kaum muda masih terpecah-pecah”
“Merebut kekuasaan politik harus melalui pintu parpol”
“Pergerakan Indonesia harus mengibarkan cita-cita sesuai dengan cita-cita nasional yang diwujudkan dengan nilai-nilai yang diyakini dan dengan target yang terukur”.
“Pada kondisi yang sedang kita alami seperti yang sekarang ini, semua serba buruk maka yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini dan yang harus kita lakukan, untuk mencegah meluasnya pesimisme di masyarakat pragmatis yang menjadi-jadi. Masyaakat gampang sekali diprovokasi, karena memang sudah banyak titik api yang muncul dibeberapa tempat. Dalam Posisi Pucaknya tentara pasti akan memanfaatkan moment ini untuk mengambil alih kekuasaan”.
Malahan, secara tegas Sukardi Rinakit menyampaikan bahwa,” Strategi yang paling tepat bagi PI adalah mengatakan bahwa sekarang masa ”Transisi” demokrasi!”
”caranya, ya... pembentukan kabinet dengan melibatkan para senior pada kuantitas yang diperkecil dan untuk posisi yang tidak begitu strategis, lebih banyak dari kaum muda”,
”Untuk Memotong Oligarki Politik; Mendorong Ketua partai untuk menjadi presiden untuk menghancurkan ”kharisma” mereka – Pembusukan, Mengkampanyekan Pemilu yang murah dengan strategi yang jitu untuk mengurangi Tingkat Korupsi, dan PI harus menyususn Platform untuk mejadi tawaran dan perjanjian politik dengan siapapun yang akan berkuasa pada pemilu 2009”.
***

Franky Sahilatua, salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Nasional, menghibur kami semua yang sudah penat berdiskusi dan merumuskan langkah-langkah strategis Organisasi dalam menjawab tantangan masa depan Bangsa.

Berikut adalah dua lagunya, hasil perenungan panjang atas perjalanan Bangsa yang berkelok-kelok, tak kunjung mendekat ke tujuan sebagaimana dicita-citakan kala kita merdeka.

AKU MAU PRESIDEN BARU

Aku mau presiden baru
Bela rakyat
Yang punya ketegasan
jadi pemimpin

Rakyat semakin susah
Rakyat hilang harapan
Karena salah pilih
Pemilu kemarin

Aku mau presiden baru
Bela rakyat
Yang bodoh berjanji
pandai bekerja
Rakyat semakin susah

Rakyat hilang harapan
Jangan tebar pesona
Rakyat tak butuh

GENDHING KERATON YOGYA

Suara gendhing yang mengalun
menyibak nurani
Seorang lelaki menabuh harapan
Nadanya mengalir jauh
ke semua mata angin
Nyalakan kembali lilin-lilin setiap hati

Reff:
Gendhing keraton Yogya
Merajut daun dan batu
Puak-puak nusantara
yang gelisah

Gendhing Keraton Yogya
Merajut hati yang duka
dan mengusap wajah-wajah berlinang

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons