La Politica (5): Menjejak ”Dapur” Politik

Oleh Yohanes Supriyadi

Gagas masih terlihat kusut ketika saya menemuinya sore itu. Entah apa yang ia pikirkan, saya hanya bertanya dalam hati. Sebagai sahabat, saya hanya prihatin dan khawatir. Gagas duduk diteras, melantai. Secangkir kopi panas dan sebungkus rokok menemaninya.
”pelantikan tinggal lima hari lagi, tapi sejak tiga hari lalu saya demam, kata dokter sih hanya gejala typus”
”ooo”
Saya mengangguk kecil. Dipendopo, sebelumnya, saya melihat banyak sekali orang yang sibuk, dari yang hanya lalu-lalang, bersenda gurau hingga yang angkat-mengangkat meja, kursi, dll. Pantas saja saya tidak melihat Gagas disana. Mungkin Gagas kecewa dengan kondisi tubuhnya yang tak mampu ”memfilter” penyakit typus yang dideritanya saat ini. Mungkin juga ia kecewa tak bisa bantu teman-temannya yang sibuk mempersiapkan segala sesuatu menjelang pelantikan.
”kamu dari mana”
”tadi lihat-lihat sebentar dipendopo, dan saya tidak melihat kamu disana, jadi saya susul kesini”
”okelah”
Sungguhpun ”masih” sakit, Gagas masih bersemangat untuk berdiskusi seputar kisah perjuangan politiknya bersama dengan 10 anggotanya yang ”heroik” itu.
”saya merasa perjuangan ini sebagai sejarah bagi hidup saya, maklumlah, empat puluh tahunan, kami tidak bisa melakukan hal-hal ini”
”benar”
”tetapi gimana ceritanya strategimu itu ?. dulu kamu sudah berjanji akan ceritakan ini”
Gagas masuk kedalam, rupanya ia membuat kopi panas. Maklum, istrinya masih dikampus, ia hanya ditemani 3 orang anak saat itu. Beberapa saat kemudian, ia kembali keteras, dan menyodorkan segelas kopi.
”begini, sebenarnya saya berencana menulis buku ini, tapi mudah-mudahan kedepan bisa ada yang mendukung. Sebagai gambaran awal, baiklah”
Gagas mengambil sebuah buku agenda, dan 2 map besar warna merah.
”suatu kali, saya berkunjung lagi ke dango Anto. Disana menunggu 10 orang tim yang sudah siap untuk melaksanakan perintah”
”selamat sore kawan-kawan”
”sore”
”apa kabar hari ini”
”baik”
”gagas”
”hebat”
”siap”
”Nah, dari hitungan kalender, masih ada tujuh bulan lagi untuk dimulai pemungutan suara di TPS. Berarti dalam sebulan, minimal terlaksana 1 kali kursus (minggu pertama) dan tiga minggu berikutnya praktikal, apakah kawan-kawan siap mengikuti kursus ini ?”
”siaaaap”
”baiklah, saya sudah siapkan modul khusus”
Gagas mengeluarkan sekotak buku-buku yang sudah dijilid rapi. Setiap peserta dapat satu buku.
”dibuku ini, terkumpul semua materi kursus. Saya menyiapkan modul ini sejak Pilkada disalah satu kabupaten 2006 lalu”,
”terima kasih bang”
Gagas sudah menyusun modul kursus politik bagi timnya. Kesepuluh orang yang hadir sore itu adalah tim inti dari sebuah organisasi yang tergabung dalam Jaringan Kaum Muda Indonesia (JKMI).
”oke kalau begitu, kita akan menyelenggarakan kursus dasar politik. Waktu setiap kursus 4 hari. Dalam melatih, saya tidak sendiri, saya ditemani Robert Greene, seorang ahli politik Amerika, Catherine Shaw, ahli Pemilu Amerika dan Aristoteles, filsuf besar Yunani. Kadang-kadang Sun Tzu, teman saya, yang juga filsuf dan ahli perang Cina sekali-kali akan terlibat bersama kita.”
”aok”
”oooooo”
”siap”
”merdekaaaa”
Gagas mengepalkan tangan kanannya dan mengangkatnya keatas.
”Bersatu kitaaa.....”
”menaaaaaaaang”
”maaf kawan-kawan, semua materi kursus ini merupakan sebuah kombinasi strategi politik yang disusun para ahli Amerika dan Cina. Kita harus belajar dengan mereka, sudah ratusan tahun mereka berpengalaman soal ini, beda dengan kita yang baru menjalaninya awal tahun 1990-an lalu.Empat maha guru inilah yang akan mengajar kita, saya ikut mendampingi dan sebagai fasilitator” (bersambung)




0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons