La Politica (1): Pagi Yang Panas


oleh Yohanes Supriyadi

Hari itu, Kamis,14 maret 2007. Suasana kota masih sepi. Beberapa kendaraan truk melaju tak tentu rudu, dikanan kirinya puluhan sepeda motor merayap jalanan. Tukang becak masih duduk santai dibecaknya, yang tak ada penumpang. Saya, menerobos jalanan kawasan timur kota. Saya ingin menemui Lanak, sahabat karib. Tak cukup lebar jalan yang tersedia, sekitar 1,3 meter. Dibangun warga, terbuat dari beton yang tak banyak semen, lebih banyak pasirnya. Tak heran, jalan ini banyak lobang menganga, menunggu korban pemakai kendaraan mesin.

Dijalan inipun, pemakai kendaraan tak bisa laju. Banyak anak-anak bermain di tengah jalan. Rumah Lanak, juga tak cukup jauh, sekitar 50 meter dari jalan besar beraspal. Jalan Trans Kalimantan, begitu orang menamainya. Jalan ini katanya, tembus hingga di Kalimantan Tengah. Jalan yang dibangun pemerintah pusat ini sudah mulai dikerjakan sejak tahun 2000 lalu, hana saja tak pernah jadi-jadi.

Pagi itu, entah kenapa udara pontianak sangat panas, padahal jam masih menunjukan pkl.06.00. kopi yang juga ”panas” semakin menambah ketidakbiasaan. Hanya dua batang rokok dan koran harian Borneo Tribune yang sama. Ia tengah asyik membaca, namun terusik ketika raungan sepeda motor Vega R yang tiba-tiba saja terparkir tak karuan disebelah kirinya.
”heeeiii...koq bengong pagi-pagi bang”
”hehehehe..nggak juga, biasa tuh, baca koran ! ini lo...beritanya, Yang Berhormat Cambang lagi panen raya disebuah kampung, 102 Km dari kota”
”hebat bener dia”
Lanak menoleh dan tersenyum lebar. Ia ingat betul itu pasti suara khas Saya, sahabat sejatinya yang ia tunggu beberapa hari ini. Saya menuju kursi yang tersedia. Sengaja Lanak beringsut dari kursi, untuk mengambil sebuah kursi rotan lagi didalam. Saya masuk dan langsung duduk dikursi yang tadi Lanak duduki.
”ada cerita apa nih...pagi-pagi sudah nongol”
”biasa bang, pusing. Banyak terima sms, telpon, dll dari mantan timku dulu”
”Wah menarik juga kamu ya..sebentar saya pesankan minuman”
Belum saya memesan, HP Lanak sudah berdering keras. ”persatuan dan demokrasi..untuk kesejahteraan rakyat kalbar...mari berjuang bersama kami..drs......” Saya hafal betul nada dering ini, maklum belum 9 bulan lalu dilaunching. Belum selesai nada dering yang memukau itu, Lanak mengangkatnya.....
”Hallo, selamat pagi, apa kabar bang?”
”baik, maaf, ini siapa ya ?”
”saya Angus, dari Titi Antu. Itu ba, dulukan kita sama-sama tim sukses Pak Cambang, cuma saya tim dikampung”
”ooo...saya ingat, ...ada apa An. Koq baru ini telpon lagi, apa kamu sudah sukses ?”
”ah biasa aja ni bang, aku hanya sukses menghantar Mr Cambang”
Lanak diam sejenak. HP Nokia 5610 berpindah dari telinga kiri. Dahinya berkerut. Tampaknya ia memikirkan sesuatu. Mungkin ia menyiapkan jawaban apa lagi alasan kalo mantan anggota timnya bertanya soal agenda setelah mensukseskan Mr Cambang.
”abang sendiri sudah sukses ya, bagi can lah bang. Maklumlah bang, kami hanya tim sukses kampung, walaupun kami yang paling bekerja keras dari seluruh tingkatan tim sukses. Selama ini biasanya kami hanya mendapat lepet, ”
”ohh.., soal itu, kita ketemuan aja ya...nanti saya beritau tempat dan waktunya ya..makasih”
”baik bang, makasih”

****

Lanak meletakkan HP. Dahinya semakin berkerut kencang. Ia tampak tak mampu untuk melakukan apapun detik itu. Untuk kesekian kalinya, mungkin ia mengalami dis-orientasi. Saya menghampirinya.
”mau kopi ?”
”nggak ah”
”mau susu ?”
”nggak”
”lo..kamu maunya minum apa ya ?”
”kopi susu !”
”hemehahahshhdh”
Lanak mendelik, antara tertawa, dan manas. Dalam situasi yang demikian, Saya masih sempat bergurau. Lanak masuk kedapur dan membuat kopi susu buat sahabatnya yang bertato naga dilengan kanannya ini. Lanak sendiri lebih suka minum kopi. Dua gelas minuman sudah terhidang diatas meja kayu hitam itu ditemani sebungkus rokok GF. Saya segera menyerubut kopi susu.
”waw...., enak sekali kopusnya”
”biasa aja tuh”
Kopus sebutan akrab Saya untuk kopi susu selama ini. Lanak menyulut rokok, asap mulai mengepul kental.
”yach...beginilah mantan tim sukses. Setelah selesai, pusingnya yang masih ketinggalan”
”ndak kah yang kamu sukseskan sudah jadi”
Lanak duduk. Sesekali ia melihat keatas awan yang lagi mendung. Entah apa yang ia pikir. Yang jelas, dia dulunya tim sukses Yang Berhormat Cambang. Malah sudah tiga kali, kali pertama untuk periode pertamanya. Saat itu dia masih mahasiswa. Untuk periode keduanya, Lanak juga diminta sebagai tim sukses dan berlanjut untuk kali ini....lebih tinggi...lebih sukses.
Sekali lagi Lanak menyerubut kopusnya. Jari-jari tangan kirinya dimaratokatn, seperti mau dipatahkannya saja. Bunyinya kraakk...kraaakk..Demikian juga ujung kakinya, yang terus digoyang-goyang.
”Apa yang nelpon kamu tadi benar anggota tim mu ?”
”lo iyalah. Masa’ saya bohong. sejak Maret 2007 lalu, saya sudah merekrut dan memfasiliasi individu dan kelompok kaum muda untuk berjuang secara politik bersama saya”
Ah...batin saya. Enam bulan bukan waktu yang sedikit untuk bekerja politik. Pantasan saja Lanak kemudian bingung, bingungnya pun bagi saya tak jelas.
”hei.., memangnya apa saja yang kamu buat bersama mereka selama enam bulan itu”
”ok..begini. Saya sebenarnya mencoba menerapkan kurikulum pendidikan politik, dikirim seorang teman dari Amerika, pengalaman praktis mereka mengorganisasikan tim sukses presiden AS. Mumpung ada kesempatan untuk praktek.”
Lanak mengisap rokoknya dalam. Asapnya dihembus keluar, kental.
”ada 8 kursus yang saya berikan kepada tim saya yang jumlahnya 600 orang, dari sekitar 40 kampung. Diantaranya, (1) teknik managemen tim, (2) teknik investigasi kasus, (3) teknik kampanye isu, (4) teknik public speaking (5) teknik pengorganisasian massa, (6) teknik 33 strategi perang (7) teknik advokasi, dan (8) teknik monitoring dan evaluasi”
Lanak menyulut rokoknya lagi. Kopus sudah tersisa mungkin sekitar 1 cm lagi digelasnya. Saya mengangguk, saya mulai paham kegelisahan Lanak. Saya terus memandang mata yang sembab itu, mungkin ia kurang tidur.
”Semua teknik ini sudah saya ajarkan secara marathon dan dampaknya sangat luar biasa kepada personal kelompok ini. Hasilnya pun jelas kan ? calon yang kami usung menang !!”
”ya..ya,,,ya..”
Saya mengangguk lagi, saya setuju. Lanak masih menyulut rokoknya yang tersisa tiga batang dibungkusnya.
”Tapi apa sebenarnya visi kamu ? mengapa kamu melatih mereka sedemikian intensif”
”wah..itu sih”
Lanak gelagapan, tangan kirinya hanya menunjuk sebuah buku ”La Politica”, karya besar Aristoteles yang menjadi idolanya. Aristoteles adalah filsuf besar yang paling berpengaruh didunia setelah Socrates dan Plato. Ia hidup antara 384-322 sebelum masehi. Bersama buku La Politica, ia juga menunjukan buku lain, dari The Campaign Manager; running and winning Local Elections karya Catherine Shaw, hingga 33 strategi perang karya Robert Greene.
”tapi ya..karena kamu teman saya, .....ini rahasia pribadi...rahasia kelompok...saya sebenarnya ingin kedepan mereka ini bukan saja ahli perang politik untuk mensukseskan orang lain, saya ingin mereka sukses untuk merebut ruang-ruang politik ditingkat lokal, entah itu BPD, Kepala Desa, DPRD hingga Bupati/Wakil”
”hmmmmemm”
Saya terdiam. Hebat benar visinya... Saya mulai paham visinya.
”tapi sudahlah, mereka toh tetap ada, walaupun mereka tetap tinggal dikampung-kampung, desa dan kecamatan”
Lanak tiba-tiba berdiri. Ia mengambil uang sepuluhribuan, dan melambai kearah sang ponakan. Dua jari tangannya merapat dibibir. Rupanya kode untuk ”beli rokok”.
”belikan saya rokok dulu !”
”iya om”
”jangan lama-lama”
Dari gerakannya, Lanak pasti seorang lelaki jenius, humoris, serius dan sangat santai. Kadang-kadang ia juga cuek dan acuh tak acuh. (bersambung)





0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons