Pages

BAMBU DAN PEMILU

Serumpun bambu begitu berperan dalam kehidupan. Baik binatang maupun manusia, dan bahkan hantu. Kata Gede Prama, kita harus belajar banyak dari bambu. Bambu sebatang mampu membuat kursi, bambu serumpun mampu membuat rumah. Akar bambu juga menyimpan banyak obat yang baik untuk penyembuhan. Daun bambu sangat baik untuk dijadikan abu, juga untuk pupuk. Bambu bisa hidup dalam kondisi tanah apapun. Dalam sejarahnya, bambu berperan sebagai senjata utama bangsa ini ketika melawan penjajahan. Kita mengenal isilah “bambu runcing”, bahkan di komplek UNTAN kita dengan mudah menemukan tugu bambu menjulang ke angkasa.

Bagaimana dengan Pemilu ? Pemilu katanya juga berperan dalam kehidupan, baik untuk binatang, manusia, tumbuhan dan bahkan hantu. Di Indonesia, Pemilu sudah berlangsung sejak 1955. Banyak pelajaran yang kita dapatkan dari Pemilu ke Pemilu. Pemilu juga menyimpan banyak obat, yang baik untuk penyembuhan. Dalam sejarahnya, Pemilu berperan sebagai alat demokrasi, tetapi seringkali Pemilu memperalat demokrasi. Kita juga mengenal istilah Caleg dalam Pemilu. Bahkan dibeberapa poster dan stiker caleg, tertulis “caleg DPR”, artinya kira-kira calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat. Calon legislatif dan DPR. Bukankah legislatif itu DPR ? Diruas jalan 28 Oktober Pontianak terdapat sebuah baliho besar dengan gambar seekor orang utan dan seorang foto caleg dalam sebuah baliho. Seolah-olah orang utan dan manusia sama-sama jadi caleg. Pemilu memang menggiurkan bagi sebagian orang, tetapi juga mencemaskan bagi sebagian orang. Para politisi berebut jadi caleg dengan harapan menjadi legislatif yang mewakili rakyat pemilih. Harapannya tentu saja harapan pribadi dan kelompok kepentingan. Sudah rahasia umum, hasil pemilu tak jauh beda dengan hasil penerimaan CPNS. Siapa yang mampu melakukan “sesuatu” secara besar dan diam-diam, dialah yang terpilih. Bagi saya, dan mungkin sebagian orang, Pemilu begitu mencemaskan. Sebab, banyak caleg yang tak tahu untuk apa dia mencalonkan diri sebagai caleg, dan bahkan tak tahu apa yang harus dibuatnya ketika duduk dikursi legislatif. Sejak Nopember tahun lalu, saya sudah bertemu dan berdiskusi hampir dengan 30 orang caleg dari berbagai parpol diberbagai tingkatan legislatif. Hasilnya; sebagian besar coba-coba karena ada kesempatan untuk caleg, “yah, hitung-hitung untuk nambah pengalaman dan curriculum vitae” ujar seorang caleg yang baru lulus SMU tahun lalu. Sebagian kecil lainnya mengaku karena diajak teman dan dibantu pembiayaan ketika daftar di KPU, parpol dan pembuatan atribut. Caleg type ini biasanya caleg diurutan terbawah, dari nomor 2 dan seterusnya. Hasil berikutnya adalah beberapa juga diantaranya selalu jadi caleg pada setiap Pemilu. “Caleg menjadi pekerjaan”, gumam saya. Tidak heran, jelang Pemilu ada-ada saja ulah caleg ini. Dari isu keterwakilan gender, kelompok etnik dan agama, hingga kampanye gratis di media dengan ulah-ulah yang menggelikan. Ini dilakukan terutama oleh caleg yang masih duduk di kursi legislatif.
Sebagai rakyat, anda dan saya harus jeli. Pilihlah caleg yang benar-benar berkualitas, bukan saja berintelektual, tetapi juga bermoral dan beriman. Caleg type ini biasanya tidak muncul kepermukaan (media massa, sedikit atribut), tetapi kehadirannya terasa, tercium dan berwarna. Mereka adalah caleg-caleg yang mirip dengan kehidupan sebatang bambu, tidak banyak modal pupuk (finansial), tetapi kaya dengan nilai-nilai moral (sederhana, beriman dan bertakwa, jujur), kemanusiaan (memiliki empati sosial), dan intelektual. Caleg-caleg type inilah yang kita perlukan untuk mengawal perubahan di negeri ini. Semoga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar