Oleh Yohanes Supriyadi
Saya terperanjat dengan berita di Harian Equator, Jum’at 9 Mei 2008 dengan judul “TAHUN INI 770 KK TRANSMIGRASI KE KALBAR”. Artikel ini sungguh membuat penasaran saya, apa dampak transmigrasi ini secara social politik di Kalbar ?
Menurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Kalimantan Barat, sejak tahun 1969 hingga Desember 2005, sudah ada 121.619 KK atau 514.916 jiwa warga transmigrasi di Kalbar. Pada tahun 2006, masuk lagi 820 KK, tahun 2007 650 KK dan pada tahun 2008 masuk 770 KK dengan sebaran sebagai berikut: 200 KK di Sukamaju, Boyan Tanjung Kapuas Hulu, 200 KK di Capkala Bengkayang, 20 KK di Tebas Sambas, 250 KK di Kayong Utara dan 100 KK di Meliau Sanggau. Jadi, total populasi transmigrasi di Kalbar adalah 123.859 KK. Berdasarkan kebijakan pemerintah, dari tahun ke tahun, warga transmigrasi ini akan terus bertambah dan menyebar luas diseluruh kabupaten/kota di Kalbar.
Berbeda dengan konsentrasi Cina didaerah pesisir terutama di Sambas (Singkawang,Pemangkat) dan Pontianak (Sei Pinyuh, Kota Pontianak), penduduk transmigrasi yang umumnya dari pulau Jawa terkonsentrasi di daerah pedalaman terutama di Sanggau, Sintang, Sekadau, Kapuas Hulu, Melawi dan Ketapang (termasuk Kayong Utara) serta sebagian di Kubu Raya yang akhir-akhir ini menyuarakan pemekaran propinsi Kalbar menjadi 2 yakni Propinsi KAPUAS RAYA.
Dalam konteks politik local, warga transmigrasi tampaknya memiliki sejarah yang cukup panjang, dalam kerangka menghegemoni penduduk asli. Dari 9 Gubernur Kalbar, misalnya, baru 3 penduduk asli yang berkesempatan menjadi Gubernur Kalbar yakni JC Oevaang Oeray (1960-1966), H.Usman Djafar (2003-2008) dan Drs. Cornelis, MH (2008-2013).
Yang menarik, dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sintang secara langsung (PILKADA), warga transmigrasi Jawa, dr Jarot Winarno MPh terpilih sebagai Wakil Bupati Sintang periode 2005-2010 mendampingi Drs Milton Crosby (Dayak). Hal ini dipengaruhi oleh populasi transmigrasi Jawa di Kabupaten Sintang merupakan terbesar kedua setelah Dayak.
Dipemerintahan propinsi, warga Trans Jawa juga mendominasi birokrat. Sebutlah asisten-asisten sekretaris daerah, kepala dinas, kepala badan, kepala biro, dll. Dibandingkan dengan warga Dayak & Melayu sebagai penduduk asli Kalbar dipemerintahan, warga Jawa lebih dominan.
Dari 4 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) hasil PEMILU 2004 lalu, salah satunya berasal dari etnik Jawa.
Diperkirakan, dengan populasi yang banyak (nomor 3 dari 4 etnis terbesar di Kalbar, yakni Dayak, Melayu, Jawa dan Tionghoa) dan banyaknya pejabat daerah di birokrasi pemerintahan, akan semakin mewarnai dibidang social dan politik local Kalbar 5 tahun kedepan.
Dengan demikian, ada empat keunikan yang terjadi di Kalbar hari ini, yaitu (1) kegiatan agraris dilahan basah (sawah) yang secara kualitas dikuasai etnik Jawa, (2) jumlah dan prosentase Jawa yang semakin meningkat, (3) komposisi dan penyebaran Jawa serta (4) factor otonomi daerah, merupakan empat factor utama yang saling terkait dalam memberi corak khas atau karakteristik politik local serta sejarah pemerintahan di Kalbar.
Dayak, Melayu dan Tionghoa tinggal hanya sekedar identitas asli kalimantan belaka, tetapi suku jawa telah bermutasi menjadi monster layaknya virus yang memberangus kekayaan kalimantan. Kerusakan hutan/banjir/longsor tidak lama lagi kita akan rasakan seperti yang telah terjadi di pulau jawa. Saya rasa dalam waktu 10 sampai 20 tahun ke depan, kalimantan akan dikuasai suku jawa 80%-90%. kenapa dikatakan demikian? karena di jawa sendiri tanahnya sudah tidak cukup untuk menampung larva-larva yang sekarang tumbuh, belum lagi yang belum keluar kandungan. Mengapa suku jawa saya katakan sebagai larva karena memang demikianlah dominasinya di indonesia, sudah seluruh pulau di indonesia hampir dikuasainya. Setelah pulau sumatra sebagai sentral transmigrasi, disusul oleh kalimantan,sulawesi dan yang terakhir mungkin pulau PAPUA, tetapi menurut saya Papua saat ini masih sebagai wilayah yang di lindungi dari transmigrasi karena untuk berinvestasi larva di masa mendatang. Bila kalimantan tak ingin hancur, mungkin saatnya kita rapatkan barisan untuk memisahkan diri dari NKRI hahaha...!
BalasHapus