Adat Kematian Dayak Salako

Adat ka’ kamatiatn yang dimaksud disini ialah semua bentuk Adat yang berkaitan dengan hal-hal kematian seseorang dari sejak dia meninggal dunia hingga tiga tahun atau seribu ( 1000 ) hari ngalapasatn tahutn. Adt kakamatiatn itu meliputi antara lain yaitu :
1. Penguburan. Apabila seseorng meninggal duni pertama sekali jenasah harus dimandikan, diberi pakayan biasanya serba putih dan unyuri’ ( dibaringkan ) diruang depan ( sami’ ). Inilah yang dinamakan mangkorah. Sementara itu, beberapa orang diminta untuk memberitaukan kematian itu kepada ahli waris yang agak jauh tempatnya sambil ngango’nya. Pangago’ harus membawa paku pangkars dan setiap orang yang digago’ harus mengigit paku sebagai pangkaras, dan mereka mengucapkan kata-kata : “ Loe basi karas sumangat ” artinya sumangat mereka lebih keras dari pada besi, tidak bisa dibujuk atau dirayu ( tarere’ ) oleh roh orang yang telah mati. sebagian lagi dari orang-orang ditempat duka ada yang mengerjakan peti jenasah. Kalau tidak ada persediaan papan, merka menebang kayu dihutan untuk dijadikan papan. Demikian pula semua perkakas yang dipinjam bahkan apa saja yang dipinjam dengan tetangga harus disertai dengan paku pengkaras dan orang yang meminjamkan harus menggigit paku sambil mengatakan “ loe basi karas sumangat jenasah tidak boleh dikuburkan sebelum ahli waris yang di gago’ datang, kecuali jika pangago’nya telah dititipi pesan bahwa jenasah aan dikuburkan pada hari dan jam yang telah ditentukan tidak terikat apakah yang digago’ sudah datang atau belum. Setelah peti jenasah diusung keluar maka pihak keluarga biasanya mencuci muka ( basimuha ) dengan air dari solekng ( tabung bambu ) dan solekng diempaskan hingga pecah sambil mereka mengatakan kata-kata yang artinya bahwa mimpi buruk mereka sudah lepas sudah berlalu, ame babadi agi’, badan sudah dibersihkan ( dengan basimuha ) segala mimpi buruk seperti gigi tanggal, mimpi melihat matahari, mimpi kehujanan dan sebagainya, semuanya sudah hanyut bersama air dan sudah hancur lebur seperti solekng ( tabung bambu ) yang dihempaskan, dan merekapun menghamburkan abu dan arang yang memang sudah disediakan disitu,seraya mereka mengatakan : segala mimpi buruk sudah terbang jadi abu, dan hangus jadi arang. Prilaku ini mereka lakukan terlebih jikalau merekamemeng ada mimpi yang buruk itu. Setelah peti jenasah tiba ditempat pekuburan, masing-masing sibuk dengan pekerjaanya dan setelah selesai penimbusan liang lahat, diadakan upacara pangurukang sumangat, dengan melipat daun kemudian dibagikan kepada semua yang hadir dan dijepitkan di telinga, maksudnya agar sumangat tetap terkurung didalam badantidak lere’ ( tergoda ) dengan roh orang mati. Salah seorang menigap ( menepuk ) tnah pada bagian kepala sambil mengatakan pesan, Asa’ … dua … talu … ampat … lima … anam … tuju, Ian aku nigapm kau sianu’a, aku masatna’ kao … dst ( lihat pesan orang mati pad halaman 5 ). Setelah pulang dari penguburan, disebelah tangga naik dipasang pula tangga hantu yang posisinya terbalik. Setelah orang-orang yang tadinya ikut menguburkan selesai mandi. Sumangat dipanggil dengan membunyikan ( nentekng ) beliung. Dan setelah selesai makan diadakan pula Adat bacece’ mati dengan mengeluarkan Adat sepuluh amas.
2. Bacece’ Mati. Adat bacece’ mati ialah Adat yang harus dikeluarkan sebelum dimulainya pertanyaan mengenai hal ikwal kematian almarhum yang baru selesai dikuburkan. Bacece’ artinya barenceh yaitu membicarakan yang berkaitan dengan sesuatu dan dalam hal ini tentang kematian. Adat yang harus dikeluarkan adalah Adat sapuluh amas dan dua buah mangkok masing-masing disertai paku pangkaras. Adat bacece’ mati dilaksanakan setelah selesai makan. Pengurus Adat mulai opembicaraan dengan mengatur penyerahan Adat sapuluh amas yaitu :
1. Dua ( 2 ) mangkok diserahkan kepada sapat dinikng ( tetangga kiri dan kanan).
2. Satu buah piring diserahkan kepada yang mangkorah ( memikul peti ).
3. Satu buah piring diserahkan kepada yang bagago’atn.
4. Satu buah piring diserahkan kepada yang bapapatn, yang membuat peti jenasah.
5. Satu buah piring diserahkan kepada yang batandu ( memikul peti ).
6. Satu buah piring diserahkan kepada yang batamukng dan badango.
7. Satu buah piring diserahkan pepada yang natak bantal kaintonotn.

Semuanya disertai dengan satu buah paku pangkaras dan masing-masing mereka mengigit pangkaras paku dan walaupun piring tidak diambil, tetapi dianggap sudah diterima. Selesai penyerahan Adat sapuluh amas barulah diadakan pertanyaan oleh pengurus Adat : Pertanyaan tentang kematian, apakah mati karena jodohnya atau ada hal-hal yang patut dicurigakan asal jangan sambarang gule’ gilabut.
1. Soal utang piutang almarhum.
2. Jika suaminya yang meninggal patut ditanyakan keadaan badan si-istri, apakah dalam keadaan haid atau belum.
3. Suami atau istri dri almarhum harus mengeluarkan Adat kalangkah tikar yaitu mata uang ketip ditaruh diatas piring kecil sebagai suatu syarat atau pengakuan bahwa manakala pada suatu ketika ia akan kawin lagi, maka ia harus bermusawarah dengan pihak ahli waris almarhum.
4. Adat sapuluh amas diterima oleh waris dua madi’ ene’ almarhum.

Kemudian ditanyakan apakah ngalapasatn tahutnnya akan ditentukan atau dilaksanakan, kalau tidak supaya diadakan Adat barapus agar rohnya tidak mengganggu pertahunan.
3. Muang Ai’ balik. Ai’ balik terdiri dari pinggan putih berisi air, ditutup dengn sebuah pengayak beras, dan sebuah sobokng, ( kulut pelepeah pinang ) berisi abu dapur, ditaruh kepelataratn atau pante masuk rumah. Jadi posisinya demikian : daritanah naik kerumah, ada pasang tanga’ antu, kemudian diatas pante diletakan sobokng abu, dankemudian barulah piring ang berisi air ditutup pengayak. Apabila pidaranya ( rohnya ) mau naik kerumah melalui tanga’ hantu dia akan menginjak abu sehingga bekasnya keesokan harinya dapat dilihat, dan kemudian iapun bercermin kedalam air yang ditutup pengayak, sehingga sadarlah ia bahwa wajahnya sudah berubah karena nampak wajahnya tidak mulus lagi dipengaruhi oleh pengayak, baru ia sadar bahwa ia telahmeninggal bahwa ia telah berada di alam lain.
4. Malahi’. Apabila almarhum meninggal pada tahutn kadapatatn atau ningalatatn tahutn artinya dia meninggal : sebelum panen padi, maka ia diberi bagian khusus supaya ia tidak menggangu sawah atau ladang milik keluarganya oleh karena ia tidak diberi bagian. Bagian atau balahatn diberikan disebelah pinggir sawah atau ladang dekat jalan keluar atau masuk sawah atau ladang. tempat belahan dipagar dengan belahan bambu. diatasnya digantungkan tudung terinak, topokng pamanih dan sebagainya.
5. Muang Tikar Kubu’ . Upacara Adat ini dilaksanakan setelah tiga hari lamanya ia dikuburkan. Beberapa bekas pakayan, tikar dan perca lainya secara simbolis dapat dianggap sebagai tikar dan Kubu’ ( selimut ) dibuang disaka ( persimpangan ) kuburan sehinga hal ini disebut “ muangi’ tikar kubu’ ” Maksud supaya pidara ( roh ) almarhum tidak mencari-cari pakayannya lagi karena sudah diserahkan.
6. Basuayak. Basuayak artinya berpisah bertolak belakang. Adat basuayak ialah Adat yang dilaksanakan setelah tujuh hari almaruhum dikuburkan. Menurut kepercayaan selama tujuh hari itu roh almarhum masih keluar masuk di rumah keluarganya. Agar supaya angota keluarga tidak terrayu ( rohnya tidak ngalimatn,ngarere’ ) maka diadakan Adat basuayak untuk memisahkanya, dari kehidupan lingkungan keluarga.
7. Ngalapasatn Tahutn. Ngalapastn tahutn adalah suatu uapacara Adat yang diadakan setelah tiga tahun almarhum meninggal dunia. Waktu tiga tahun ini biasanya dihitung tahun padi. Upacara Adat ini dimaksudkan untuk nipara atau mare’ ( memberi ) makan almarhum yang terakhir. kalau upacara Adat ini tidak dilaksanakan maka dikwatirkan rohnya akan gentayangngan mencari makan kesana kemari sehingga merusak panen sawah atau ladang, dan yang menjadi sasaran utama adalah pihak keluarganya (Berpaling kekeluarga ). Dengan demikian makna ngalapasatn tahutn itu dapat diartikan :
1. Untuk paniparatn ( memberi makan ) terakhir, memberi ongko’ bagiatn kepadanya agar ia tidak menggangu atau merusak sawah - ladang.
2. Batas bela sungkawa dan hubungan batin dengan rohnya sudah dianggap selesai ( hubungan keterikatan ) sebab sebelum masa tiga tahun suami atau istri almarhum yang masih hidup dapat dikenakan sangsi Adat parangkat hantu atau pampalit ai’ mata ( Kaing lap air mata ) jika ia kawin lagi.

Namun demikina bukan berarti hubungan batin itu akan terputus habis sama sekali, adakalnya roh seseorang itu akan tetap dihormati terutama kuburan orang tua yang dan dianggap sebagai biat atau pama sehinga kuburannya ditabo’ dan diremah setiap tahun seperti layaknya orang nabo’ panyugu.
8. Sanukng. Jika seseorng kebetulan meninggal dan dikuburkan ditempat lain karena merantau dan sebagainya sehinga jenasahnya tidak dapat dikuburkan dikampungnya, maka dibuatlah sanukng ditempat atau kampung pakayan. Sanukng adalah merupakan duplikat kuburanya yang asli. pakayan bekas, dan tnah pekuburannya dibawa pulang untuk ditempatkan pada sanukng itu. Sanukng itu dibuat menyerupai kuburan diberi dango dan diberi tambak atau jongko :
1. Jika ia seorang dukun dibuatkan bale gamakng yaitu dari papan dibuat persegi empat dan diukir serta dicat dengan ukiran khusus, yang merupakan tanda bahwa ia seorang dukun.
2. Jika ia seorang pangalangok jongko’nya dilukis seperti kepala alo.
3. Jika ia seorang pagalar ( Timanggong atau pengurus Adat ) maka ia dibuatkan bale’ gamakng.
4. Jika ia seorang yang kaya, papadiatn maka jongko’nya dibuat diukir seperti papat dango padi.

Sanukng juga dapat diberlakukan seperti kuburan, dapat ditabo’ dan diremah tergantung pada pihak keluarganya.

Adat Pertanian Dayak Salako

Adat pertanian ini sering disebut juga sebagai adat kauma katahutn atau Adat patahunan , yakni semua bentuk adat mengenai hal-hal yang menyangkut pertanian (bersawah-berladang) diantaranya ialah :
1. Nabo’ panyugu babatak ngawah . Panyugu tahutn ditabo’ ( diawasi ) dengan mengadakan remahan manok (ayam ), untuk meberi tau kepada orang tua, Pama Jubata bahwa akan dimulainya kegiatan pertanian sawah-ladang. Inti persembahan remahan agar diberkati petahunanya, diberikan rejeki dan keselamatan dalam mengerjakannya. Hal ini juga dimaksutkan supaya mengerjakan ladang dengan serentak sesuai dengan perjanjian antara ne’ Jaek orang talino yang mula-mula menemukan bibit padi dengan tikus, limpango ( hama wereng ) dan pipit. Menurut cerita mereka sepakat untuk memberikan biji padi itu kepada talino, tetapi dengan syarat menebur benih harus serentak, jika terlalu cepat kata pipit, itu bagian kami : Jika terlalu lambat itu bagian kami kata limpango ( hama wereng), jika tidak terrumput itu bagian kami kata tikus. Jadi keserentakan itu dimaksutkan untuk mengurangi srangan hama.
2. Ngawah. Setelah dilaksanakan Adat babatak ngawah, tiga hari kemudian dapt diadakan ngawah yaitu untuk mencari dan nyongko’ pahuma. Acara dimulai dengan mato’ atau nyongko’ tanah dengas menebas seberapa luas lahan yang akan dijadikan ladang, sementara itu sambil menebas ia mendengarkan suara burung ( keto, buria’, kutuk dan lain-lain ) sebagai pertanda alam bahwa ia diperkenankan atau tidak berladang ditempat itu. Selain itu banyak lagi pertanda lainya termasuk mimpi dsb. Jika pertanda baik berarti morokng maka penebasan diteruskan. Mula-mula sebelum menebas tanda ngawah, ia harus meninggalkan sirih masak/ sirih sekapur, untuk meminta kepada Jubata.
3. Babatak Nabakng. Sebelum nabakng ( menebang kayu ) terlebih dahulu diadakan upacara Adat atau remahan yang diadakan ditengah uma dimaksutkan untuk memberi tau jika ada roh-roh halus ditempat itu supaya menyingkir pindah dan jangan menggangu orang yang menebang kayu supaya aman dan selamat.
4. Nugal. Setelah ladang dibakar, maka tidak lama kemudian ladang boleh ditugal. Benih yang akan ditanam pagi-pagi sudah dibawa keladang dan ditaruh kepabanihan. Pabanihan dibuat ditengah ladang. Setelah diadakan remahan barulah aleatn ( tenaga gotong royong ) diperbolehkan nugal masing-masing mengambil bibit padi dipabanihan, dan dapat diambil lagi bilaman persiapan yang dibawa sudah habis. Jadi pabanihan seolah-olah pangkalan atau terminal.
5. Ngarapat/ Ngamalo Lubakng Tugal. Ngarapat lubakng tugal ialah suatu upacara Adat yang diadakan setelah tiga hari atau beberapa hari setelah selesai nugal maksutnya supaya lobang bekas yang ditugal seoleh-olah trtutup tidak kelihatan oleh burung dan lain sebagainya sehinga padi yang ditugal tidak dimakan, maka padipun hidup semua tidak popor.
6. Nabo’ Uma Ngiliratn Panyakit Padi. Ngiliratn panyakit padi telah ditetapkan oleh Dewan Adat pelaksanaanya pada tanggal 7 Nopember setiap tahun ialah adat untuk mengusir penyakit padi ( diiliratn atau diberangkatkan dengan kapal atau perahu yang terbuat dari pelepah sagu ) di sungai. Remahanya diadakan ditengah uma dengan ayam satu dan palantaratnnya ditaruh diatas kalangkakng pabayo. Segala baho’ padi seperti rate padi, ampe-ampe dan lain-lain diberangkatkan didalam perahu agar sawah atau ladang tidak tergangu oleh hama dan penyakit padi.
7. Ngalajukatn. Ngalajuk adalah suatu upacara Adat baremah, ka’ uam dengan remahan macah talo’ pada saat padi masih hidup, maksud supaya padinya bertumbuh dengan baik dan subur.
8. Nurutnni’. Nurutnni’ adalah suatu upacara Adat dengan rmahan talo’ ayng dilaksanaakan beberapa saat sebelum menuai padi baru, maksudnya supaya padi yang akan dituai jangan terkejut dan agar membawa baerkat.
9. Ngabati’. Ngabati’ ialah suatu upacara Adat yang diadakan sebelum menuai padi atau sebelum padi dituai cukup dengan remahan talo’ yang diadakan didekat pabanihan. Sesuai dengan namanya Ngabati’ maka beberapa pohon padi diikat bersama biasanya disertai dengan peraga seperti pasir dan air, maksid supaya padi yang akan dituai tidak baginsit atau titik-titik atinya tuayannya tidak melaju, seperti menceduk air dan pasir.
10. Ngiliratn Antu Apat. Ngiliratn Antu Apat adalah : Suatu upacara Adat yang diadakan. Ngiliratn antu apat ialah suatu upacara Adat pada saat sedang mulai panen di Ladang yang telah ditetapkan oleh Dewan Adat pada tanggal 17 Pbruari setiap tahun dengan remahan manok di pabarasatn. Dimaksudkan untuk memulangkan hantu apat sipembawa panceklik dia dihilirkan dengan kapal atau perahu dari pelepah sagu agar dia pulang kenegrinya jangan lagi menggangu pertahunan.
11. Muung. Muung adalah suatu upacara Adat mengetam padi, muung bisa dilakukan karena pamolotatn atau sinsangi’, tapi bisa karena tidak direncanakan atau disinsangi’ an terlebih dahulu, misalnya seseorang mempunyai ladang yang cukup luas dan buah padinyapun cukup luas dan sehingga ia berkinginan minta bantu mengetam dengan penduduk kampung dengan acara muung. Jadi muung adalah sebenarnya bentuk gotong royong yang di Adatkan atau yang disertai dengan upacara Adat. Ada pula bentuk gotong royong yang mengerahkan penduduk kampung tampa harus disertai dengan Adat seperti nyurukng gare’ maranggi, nyurukng timako dll.
12. Muat Langko. Supaya memudahkan penjemuran padi maka setiap musim panen dibuatlah langko. Semua hasil panen dimasukkan didalam langko setelah selesai panen dan diperkirakan padinya sudah cukup kering maka padi yang didalam langko itu dipindahkan kedalam dang. Pemindahan padi dari langko ke dango itu dilaksanakan dengan upacara Adat baremah dengan ayam satu didalam langko yang disebut muat langko atau muat padi ka’ langko.
13. Niduratn padi. Perlakuan terhadap padi dimaksudkan perlakuan terhadap manusia, ramah, sopan, tidak ramong ( kasar ) dll. Jadi padi yang ada didalam dango itu seolah-olah seperti manusia yang ditidukan, tak boleh digangu, diusik dan sebagainya. Jadi dengan demikian maka hal ini disebut niduratn ( Nidurkan ) padi.
14. Naik Dango. Dango padi ialah sebuah bangunan rumah kecil semacam gudang kecil tempat penyimpanan padi atau semacam lumbung padi. Bangunan rumah dango itu memang biasanya lebih tinggi dari tanah sehingga bangunannya memerlukan tongkat, oelh karena itu timbullah istilah naik dango, karena setiap kali akan mengambil padi kita harus naik kedalam dango. Setelah padi ditidurkan beberapa lama, padi itu baru boleh diambil kalau sudah diadakan upacara Adat naik dango. Remahannya bisan dengan ayam dan bisa juga baremah dengan babi. Bersamaan dengan remahan ka’ dango, diadakan pula remahan ka’ tangah sami’, baremah ka’ tangah milik, baremah ka’ pabarasatn, baremah ka’ sado manok ( ayam ), Baremah ka’dulakng jalu ( babi ). Adapun maksud remahan tersebut ialah :
1. Baremah ka’ dango, bersukur ka’ pama Jubata atas hasil panen yang diperoleh, dan berdoa agar panentahun depanya lebih meningkat lagi.
2. Baremah ka’ sami’ ( ruang tamu ) mensyukuri rejeki yang dinikmati selama satu tahun yang lalu dan mohon untuk tahun depan kiranya mendapat rejeki melimpah lagi.
3. Baremah ka’ tangah milik, bersyukur telah diberkati kesehatan dan mohon ditahun mendatang supaya diberkati lagi.
4. Baremah ka’ pabarasatn, bersyukur atas rejeki yang didapat sehari-hari berupa makanan yang disantap itumenjadikan berkat.
5. Baremah ka’ sado manok ( ayam ), bersyukur atas hasil ternak ayam dan berdoa kiranya ayamnya berkembang lebih banyak lagi, seperti yang dikatakan : bamanok sasige aur.
6. Baremah ka’ padulangan atau dulakng jalu, bersyukur dapat memilhara jalu dan berdoaagar ternak babinya berkembang biak seperti yang dikatakan : Bajalu sakumakng jati’.

15. Balala’. Disebut juga Lala’ nagari ialah suatu upacara Adat yang diadakan di panyugu nagari untuk memberi tau kepada Pama Jubat tentang akan dimulainya pantang lala’ selama tiaga ( 3 ) hari secara serentak dalam binua. Itulah sebabnya disebut lala’ nagari. Lala’ nagari itu dimaksutkan untuk mempersiapkan pisik dan mental guna menghadapi patahunan baru dan memohon berkat dari Jubata. Agar dapat mengerjakan sawah dan laang serta diberikan pula kesehatan. Pelaksanaan lala’ nagari diserahkan sepenuhnya kepada imam pamangko’ roba dan pantang lala’nyapun berbeda-beda sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh imam pamangko’ roba. Roba atau semacam pangkalan tempat balala’( berpantang ) adalah tempat terhimpunnya acara lala’ seperti bacalek dan lain sebagainya di rumah kediaman pamangko’ roba. Lala’nya bermacam-macam misalnya : Lala’ tamakng artinya tidak dapat menerima tamu hingga batas sore hari selama tiga ( 3 ) hari lamanya. Apabila tamunya kedapatan hingga sorehari bacalek, dia masih belum keluar meningalkan kampung, maka ia harus menginap atau ditamakng dan yang dipantangkan atau lala’ antara lain : Tidak boleh keladang atau ke ladang, tidak boleh membunyikan senapang, tembaga ( maksudnya gong, tetawak ) tidak boleh makan daging dan ikan segar, kecuali ikan asin, tidak boleh melayu’/ menebas, dan tidak boleh makan sayuran yang dipetik selama dalam masa balala’ ( termasuk melayu’ ) dan lain-lain menurut petunjuk imam. Lala’ nagari telah ditetapkan oleh Dewan Adat tanggal 28 Mei setiap tahun. setelah selesai lala’ nagari barulah diadakan upacara Adat nabo’ panyugu babatak ngawah sesuai dengan urutan siklus baremah ka’ uma ka’ tahutn selama satu tahun. Adat babatak ngawah telah kita bahas terlebih dahulu.

Adat Kepercayaan Dayak Salako

Dikenal juga dengan adat kehidupan sehari-hari, yaitu adat yang menyangkut hal kehidupan manusia dari sejak ia masih dalam kandungan hingga ia meninggal dunia. Pelaksanaan adat ini meliputi;
1.1. Ngaladakng Buntikng. Adat ngaladakng buntikng biasanya dilakukan kehamilan pertama yang telah berumur sekitar tiga bulan, dimaksutkan untuk memilihara buntikng agar terhindar dari segala penyakit ataupun pengaruh atau ganguan roh-roh jahat sehingga ibunya dapat melahirkan dengan selamat.
1.2. Batalah. Setelah ibunya melahirkan dengan selamat, sang bayi disuluh dengan api suluh dan dicicipi dengan nasi untuk menjemput tamu yang baru dan agar anak itu kelak menjadi anak yang cerdas dan pintar seperti api suluh menerangi muka atau wajahnya didepan rumah pada sebelah kiri atau kanan turun tangga dipasang tanda beranak dari bambu dibuat seperti tangga laut terdiri dari tiga tingkat anak tangga, digantungi daun longke daun mintawa’, daun limau dan daun kalimonteng. Jika bayinya laki-laki maka tanda beranak disebelah kanan dan jika bayinya perempuan, tandanya dipasang sebelah kiri.Kemudian tembuninya setelah dibereskan diberi nasi dan sedikit garam lalu dimasukan kedalam tempurung kelapa bertutup dan ditanam (dikuburkan) didekat tanda beranak. Tembuni itu namanya “ ore’ tamone’ ” adalah abang atau kakaknya sibayi yang siap menjaga adiknya. Dia akan menjaga adiknya dengan menaiki tangga yang tiga tingkat itu dan jika ada yang mengangu adiknya yaitu roh-roh jahat seperti kuntilanak dsb. Akan dia usir dengan daun-daun yang telah tersedia tujuh hari setelah melahirkan atau saat-saat sebelum batalah, masa itu disebut masa barumukng. Sang ibu masih belum dibolehkan mandi keluar rumah. Setelah tujuh hari habis melahirkan diadakan upacara batalah yaitu upacara Adat untuk memberikan nama kepada sibayi. Sang ibu boleh mandi ditepian setelah upacaranya selesai dan ia harus memakai tarinak, copo’ nya diberi damak, agar ibu terhindar dari segala sesuatu yang tidak baik dan damak atau tantajuk atau damak yaitu sejenis peluru sumpit, telah siap untuk menghadangnya.
1.3. Bapacar. Bapacar adalah suatu kebiasaan tampa harus disertai dengan upacara Adat yang dilakukan oleh anak perempuan pada saat mulai ia datang bulan yang pertama kali, sehingga hal ini dapat diartikan sebagai tanda bahwa ia sudah mulai dewasa. Kuku jarinya diberi tanda merah dengan mempergunakan daun pacar.
1.4. Babalak. Anak laki-laki yang telah mulai menginjak usia dewasa, idealnya antara usia 10 hingga 15 tahun wajib untuk disunat, sebagai tanda ukuran bahwa ia sudah mulai dewasa. Roah balak disebut juga roah aya’ atau roah matahatn. Biasanya jika dalam keluarga itu ada sumpana tahun yang belum dilepaskan pesta sunat dapat digabungkan dengan pesta tahun, sehingga pemukulnya harus dua dan pabanihanyapun harus dua yaitu dengan sunat dan dengan pesta pertahunan. Jika dalam keluarga itu ada dua kakak beradik yang akan disunat, mereka harus didampingi/ dikasih batas ditengah-tengah mereka berdua ( antarai’ ) satu orang lagi diluar anggota keluarga itu.Waktu subuh mereka sudah mulai direndam kesungai dan sekitar pukul tujuh ( 7 ) mereka diambil dari sungai masing-masing menggigit paha ayam yang telah dipanggang untuk menahan gigil sewaktu akan disunat. Tiga hari lamanya mereka barumukng tampa makan sayur dan daging serta nasi kecuali hanya diberi makan bohol yaitu nasi yang dibungkus dengan daun dimasak dalam solekng ( bambu kecil ). Setelah selesai barumukng mereka harus keluar dipersenjatai dengan tombak dan parang serta lidi untuk mencari linsode ( sejenis ikan kecil yang mulutnya panjang ) mereka mencari sasaran rebung untuk menombak. Jika sasaranya tepat sekali ditombak, pertanda bahwa ia akan sgera akan mendapatkan jodoh untuk dikawinkan. Orang yang tidak bersunat disebut kulup adalah merupakan sebutan yang sangat memalukan bagi yang tidak bersunat.
1.5. Panganten. Panganten atau Balaki-babini terjadi antara laki-laki dan perempuan yang masih lajang atau yang sudah berstatus janda atau duda. Masa perkenalan sebelum penganten dimulai dengan cara nido yaitu pekenalan dengan cara tertutup, diam-diam tidak terbuka seperti sekarang ini, yang dikenal dengan istilah pacaran. Setelah pihak laki-laki merasa cukup yakin bahwa cintanya akan diterima ia mengutus seorang picara atau pak tone atau pasa’ rinyuakng, sebagai penghubung kepada pihak perempuan, untuk melamarnya, dihadapan orang tuanya serta disaksikan oleh ahli waris pihak perempuan. Sebelum dipicarakan, picara terlebih dahulu harus menanyakan dua hal penting yaitu : Apakah diantara kedua belah pihak masih terdapat hubungan keluarga dekat ? Apakah salah satu atau kedua belah pihak masih terikat hubungan perkawinan dengan pihak lain ? Jika salah satu diantarnya msih terikat dengan hubungan keluarga dengan piak lain ataupun keduanya masih mempunyai hubungan keluarga, maka mereka tidak boleh dipicaraatn. Biasnya dalam menentukan jodoh anaknya terlebih dri pihak orang tua perempuan agak hati-hati untuk mengambil keputusan. Banyak hal yang dipertanyakan atu diselidiki, misalnya ditanyakan : Apakah calon suami anaknya itu berasal dari keturunan pembunuh, suka menghianati nyawa orang, keturunan perampok, pencuri, pemerkosa, pemabuk, dan keturunan jahat lainya seperti keturunan gila, dan berbagai penyakit lainya. Pertanyaan ini bertitik tolak pada kepercayaan Adat tentang adanya tulah, kisas dan terlebih lagi adanya sangar demikian pula tentang adanya penyakit keturunan. Setelah lamaran diterima, maka ditetapkanlah acara Adat pamaku kata untuk mengikat pertunangan. Acara pamaku kata yang pertama diadakan pada pihak laki-lakai dihadiri olehwaris sebelah ibu dan bapak dari silaki-laki, dan picara. setelah itu diadakan pula ditempat perempuan yang dihadiri oleh ahli waris dari ibu dan bapak dari pihak perempuan serta dihadiri pula oleh picara. Pada saat pamaku kata di rumah laki-laki, perempuan tidak perlu hadir dan demikian pula sebaliknya di rumah laki-laki, perempuan tidak boleh hadir. Dalam acara pamaku kata itu disepakati hari H-nya, serta dijelaskan pula sangsi-sangsinya apabila salah satu melangar ataupun membatalkan pertunangan. Setelah sampai waktu hari H-nya, maka pengantin laki-laki yang menjemut pengantin perempuan dengan dihantar atau diarak oleh sanak saudara serta penduduk kampung, keesokan harinya kedua pengantin dihantar atau diarak kembali ketempat laki-laki. Jika pengantin laki-laki atau pengantin perempuan kawin mendahului abang atau kakaknya, maka ia harus mengeluarkan Adat pansio kepada abang atau kakaknya, yaitu berupa satu lembar uang ketip ditaruh diatas piring kecil berisi air dan dicucikan pada bagian muka kakak atau abangnya. Tiga hari setelah penganten biasanya diadakan upacara Adat tampukng tawar. Selain pengantin ada lagi bentuk perkawinan yang disebut Pengantin Basorokng topokng namanya, kawin bataapi’. Bentuk perkawinan ini dianggap melanggar Adat karena tidak mengunakan picara, tidak ada mupakat waris oleh karena itu mereka dikenakan hukum Adat 2 buah siam 3 jalu yaitu satu buah siam ngago’ picara dan satu buah siam ngago’ pakat waris serta 1 ekor babi untuk tampukng tawar. Ada lagi bentuk perkawinan yang disebut panganten tama’ ( pengantin Masuk ) dengan nasi, yaitu salah satu bentuk pengantin untuk mengurangi biaya. Kedua belah pihak apabila telah sepakat dan disetujui oleh pihak ahli waris masing-masing, maka salah satu pihak laki-laki atau perempuan tergantung pihak mana yang akan ditarik atau lepas dri orang tuanya dan akan tinggal dan hidup bersama di rumah yang narik. Pihak yang ditarik diantar langsung oleh picara dan beserta dua atau tiga orang pengantar lainya kepada pihak yang narik, tampa harus diarak. Pengantin masuk dengan nasi ( panganten tama’ man nasi’ ), tidak ada hukuman Adatnya, namu paling lama tigga hari keudian mereka diwajibkan mengeluarkan tampukng Adat tawar untuk keselamatan perkawinan mereka. Tidak selamanya pihak yang ditarik yang harus berangkat kerumah yang narik, akan tetapi hal ini lebih didominasi oleh pihak laki-laki dengan alasan berbagai pertimbangan dan kewajiban dsb.
1.6. Bagawe. Gawe hampir sama pengertianya dengan roah. Bahkan sering pengertiannya dicampur adukan. Perbedaan menjolok antara roah dan gawe antara lain adalah : (1) Roah biasanya dimulai 1 hari sebelumnya nabo’ panyugu maba (memberi tau dan mengajak ) urakng tuha (pama urakng tuha ) bapalantar dan langsung ditaruh diatas papangokng ka’ sami (ruang Tamu). Pada keesokan harinya pagi-pagi diadakan pajaji ka’ sami’ dan ka’ tangah milik ( ditengah bilik ). Isi pabanihan itu ialah : beras pulut, beras biasa ( beras sunguh ) masing-masing 1 pahar, telur, tengkawang, uang ketip, minyak makan, gula merah, kelapa, nasi, poe’ ( beras pulut ) yang dimasak, poe’ pangaretatn, tumpi’, bontokng dan lain-lain. Sedangkan gawe bisa langsung jadi, tampa harus nabo’ panyugu trlebih dahulu, dan tidak harus bapapangokng dan bapabanihan. Dengan demikian baroah lebih besar dari pada bagawe paringsnya ( alat-alat paraganya walaupun biasa bagawe lebih ramai dari pada baroah seperti gawe totokng, gawe pangka’, gawe naik dango, gawe muukng, gawe kalekng dll ). Roahpun ada dua ( 2 ) macam yaitu : Roah Matahatn, yaitu roah yang dimulai dari panyugu dan bapapangokng seperti yang dijelaskan diatas. Roah babah : Apabila salah satu dari anggota keluarga ( ramahnya ) meninggal dunia sebelum ladangnya dipanen ( tahutn kadapatn ) maka pada saat panen pertama. Hasil panen disimpan selama tiga ( 3 ) hari barulah boleh ngaleko tetapi tidak seperti ngaleko biasa parena ia harus membuat paremahan manok seko’ ka’ pabarasatn sekaligus pula karena kamaratn ia harus memberi makan sumpalah tahutn kepada roh almarhumharus diberi bagian. Jikalau tidak diberi maka panen ladang bisa rawa’ ( tidak berhasil karena digangu oleh roh almarhum ). Inilah yang desebut roah babah. Ada lagi acara ngaleko yang dapat digongkan roah babah, misalnya walaupun tidak kamaratn, tetai ia terhalang oleh keadaan cuaca sehinga padi tidak terjemur, ataupun ada halangan lain, sehinga tidak dapat ngaleko pada pagi harinya atau subuh, tetapi tidak mencapai tiga hari, maka hal ini disebut batagakng atau batagakng sa’ari. Diapun harus baremah man manok ka’ pabarasatn. Jadi ngaleko kamaratn, ngaleko batagakng dan ngaleko nyangkodom emuanya disebut roah babah. Gawe dapat juga dibagi dalam dua ( 2 ) pengelompokan yaitu : Gawe ngalapasatn molot atau gawe sinsagngi dan Gawe ngangkat paridupatn atau gawe dua laki bini. Gawe ngalapasatn molot disebut juga gawe sinsagngi atau gawe mayar parutangan karena gawe ini bermula dari adanya sinsangngi pamolotatn yang harus dibayar atau dilapasatn. Jikalau tidak dilapasatn maka hal ini akan membawa sangar berketurunan, misalnya gawe totokng, gawe pangka’, gawe muukng, walaupun gawe ini tidak selamanya dilaksanakan karena pamolotatn atau sinsangngi, namun ada juga yang semata mendadak diperlukan karena padinya diperkirakan akan tidak tertuai, kecuali jika ia muung. dan banyak lagi jenis gawe pamolotatn lainnya. Gawe Ngangkat Paridup Dua Laki Bini : Sebenarnya semua jenis gawe dan roah pada dasarnya tujuanya adalah untuk menuju kepada kesejahteraan hidup atau ngago’ atau ngangkat paridup, namun yang dimaksutkan gawe ngangkat paridup disini ialah suatu upacara Adat khusus untuk ngangkat paridup, dengan doa persembahan kepada pama Jubata agar derajat kehidupanya terangkat, kaya raya dsb. Gawe ngangkat paridup dua laki bini yaitu : Gawe nyapat, gawe ngalajuk, gawe ngalama’, gawe najur, gawe kalekng yang terdiri dari kalekng bula’ hanya baremah dengan ayam. Kalekng sapet, kalekng sinopo dan kalekng tukukng, ketiganya ini remahnya dengan babi dan malahan kalekng tukukng babinya 2 sampai 4 ekor. Gawe dua laki bini pada saat ini sudah jarang sekali dilaksanakan, karena untuk menjadi imamnya kebanyakan orang sudah tidak mengetahuinya lagi karena harus membawa doa-doa khusus. Sehingga kebanyakan orang takut jika salah aturan pelaksanaannya bisa membawa sansa’ katungkaptn dalam paridupatnya.
1.7. Batumuk. Adat batumuk atau Adat mendirikan rumah ialah Adat baremah man manok seko’ sebelum mendirikan rumah, dimaksutkan agar rumah itu didirikan tampa mendapatkan ganguan dari roh halus dan semoga membawa rejeki dan aman bagi yang mempunyai. Jika ada roh-roh halus yang berdiam ditempat itu supaya pindah dari tempat itu. Selain itu dimintakan juga agar tukangnya yang mengerjakan dalam keadaan selamat.
1.8. Ngangkat Arakng. Jika terjadi kebakaran rumah tempat tinggal, maka tiga hari kemudian diadakan upacara Adat ngangkat arakng ditempat kebakaran tersebut, maksutnya agar semua harta benda yang terbakar itu sumangatnya dipanggil dengan remahan yang diadakan diharapkan dapat kembali berlipat ganda. Jika ada setan yang menggangu atau minta makan maka melalui remahan itu mereka diberi makan agar tidak usah lagi mengganggu.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons